“Mana?”
“Disana..
Raja sudah pulang..”
Kakek dan nenek bergegas menyambut Raja.
***
Raja melangkahkan kakinya menuju
sebuah rumah kecil. Rumah yang sederhana dan dipenuhi tanaman disana sini.
Tepat di belakang rumah terdapat dua pohon rambutan. Di sebelah kanan rumah,
tepat di muka teras berdiri kokoh pohon jambu air. Dipinggiran pagar rumah yang
membungkus halaman ramai ditanami Kembang Nusa Indah. Ahh.. tidak ada yang
berubah bukan. Rumah nenek masih sama dan selalu sama. Tidak ada yang berubah.
Jelas saja, memori akan masa kecil
Raja terekam hebat dalam ingatannya di rumah ini. Walau tidak tinggal di kota
kecil ini, namun setiap menjelang hari raya Raja selalu pulang. Iya memang Raja selalu pulang.
Dibawah rindang pohon jambu air ini,
ketika Raja berusia belum genap satu tahun, tangan Raja digenggam erat oleh
kakek. Kakinya mulai belajar menapaki permukaan bumi. Berjalan masih tertatih.
Seolah tempat favorit karena selalu ingin belajar berjalan dibawah rindangnya
pohon jambu air. Lalu bagaimana dengan nenek. Nenek juga punya cara yang manis.
Mengajak Raja bermain. Dimana? Tentu ditempat yang sama. Masih di halaman rumah
yang sederhana ini. Manisnya ketika nenek memetik Kembang Nusa Indah untuk
Raja.
Waktu kecil boleh jadi sebatas
belajar berjalan. Seiring bertambahnya usia Raja sudah berlarian mengelilingi
pohon jambu air. Celakanya ketika berusia tujuh tahun Raja sudah bisa manjat
pohon ini hingga cabang tertinggi. Kabar baiknya, kakek selalu tersenyum
melihat Raja. Sesekali mengingatkan, “Manjatnya pakai teknik yang kakek ajarkan
ya..”. Kabar buruknya, nenek akan menjadi sangat cerewet dan siap berdiri di
bawah pohon dengan bibir komat kamit, “Waduh..cucu nenek kalau jatuh bagaimana.
Yuk Raja turun yuk..”. Apa reaksi Raja? Haha, tentu cuek saja. Sesekali melirik
ke arah kakek yang duduk santai di teras sambil baca koran pura-pura tidak
mendengar padahal memberi kode, “lanjutkan Raja..lanjutkan!”.
Ketika pohon jambu air ini berbuah,
tetangga akan berbondong-bondong membawa keranjang. Untuk apa? Tentu sebagai
wadah jambu air yang sudah merah merekah. Kakek suka sekali membagikan jambu air
ini kepada para tetangga. Kata kakek semakin banyak dibagikan semakin lebat
pula buahnya. Tapi satu pesan nenek yang agak kontradiktif dengan kakek. Jangan
sampai habis untuk tetangga. Sisakan untuk Raja. Persiapan untuk Raja pulang.
Raja selalu mengatakan bahwa jambu
air kakek tidak ada yang bisa menandinginya. Walau Bunda sering membelikan
jambu air dari supermarket dan kata Bunda itu adalah jambu air yang diimpor
dari luar negeri tapi tetap saja, bagi Raja jambu air kakek yang paling manis.
Paling cocok untuk lidah Raja. Oleh karena itulah setiap dapat kabar dari kakek
pohon jambu berbuah lebat Raja selalu
ingin pulang.
Selain
karena jambu air kakek yang ajaib ini, membius Raja selalu ingin pulang. Ayah
dan Bunda juga mengajarkan dan membiasakan untuk pulang. Kata Bunda sejauh kita
melangkah, seberapa banyak orang yang kita temui, seberapa hebat yang sudah
kita raih jangan lupakan satu hal. Jangan pernah lupa untuk pulang.
Raja
masuk ke rumah melalui pintu samping. Pintu masuk dari teras sebelah kanan.
Kursi kecil terbuat dari rotan masih bertengger manis di sudut teras ini.
Keren, kursi kecil ini hadiah ulang tahun Raja dari kakek ketika berusia empat
tahun. Maklum, Raja kecil yang bermuka imut kalau duduk di teras ingin duduk
kayak kakek juga. Duduk gaya orang dewasa. Jadilah kakek membelikan kursi rotan
teras namun berukuran kecil.
“Assalamualaikum...”
Hening. Tidak ada jawaban.
“Assalamualaikum...”
Tetap hening.
Raja diam sejenak lalu menuju kursi
kecil kesayangannya. Lagi, mengenang masa kecilnya....
***
Sembari menunggu dibukakan pintu,
kita biarkan Raja bernostalgia dengan kursi kecilnya. Mengenang masa kecilnya.
Saya akan membocorkan satu hal. Hmm.. Kalian tahu, Raja adalah pemuda hebat.
Usianya boleh jadi belum genap seperempat abad, tapi prestasi yang Ia torehkan
melampaui kemampuan batas usianya. Terakhir pulang dan bercanda bersama kakek
dan nenek ketika usianya tujuh belas. Kala itu baru lulus SMA dan hendak
melanjutkan pendidikannya ke Amerika. Hari ini Raja pulang. Raja sudah
tampak dewasa dan pulang tanpa ditemani Ayah dan Bunda. Raja rindu bermain
bersama kakek dan nenek. Raja rindu jambu air ajaib kakek.
***
Untuk
kamu yang tengah diperantauan. Hingar bingar di negeri orang. Penat di ibukota.
Beban memenuhi pundak. Helaan nafas terasa berat. Segera cari obatnya. Bisa
jadi semua itu akan sirna hanya dengan pulang. Pulanglah, rumah mu menanti mu.
Ingat rumah disini bukan sebatas bangunan ya. Ini bisa jadi orang tua, saudara,
paman, bibi, nenek, kakek, teman kecil, lingkungan rumah, kebiasaan lama yang
selalu menanti mu untuk pulang.
Kata Silika,
“Apa
yang membuat hati terasa gersang? Tiga hal, ketika jauh dari agama, keluarga
dan kampung halaman.”
***
Catatan
hati seorang wanita kecil. Dalam hatinya telah tertulis sebuah harapan bahwa
kelak dimanapun Ia berada. Bersama siapapun Ia hidup. Ketika berbadan dua dan
telah mencapai penghujung waktunya. Sang buah hati akan dilahirkan di kota
kecilnya. Kota Prabumulih. Berharap sejauh apapun Ia melangkah, seberapa banyak
orang yang Ia temui, seberapa hebat yang telah Ia raih. Ia akan selalu ingat
kota kecil kelahirannya. Prabumulih, Prabu artinya Raja dan Mulih artinya Pulang. Agar kelak, ketika Ia telah menjadi orang sukses entah di belahan
negeri mana, orang-orang akan bertanya,
“Anda
lahir dimana?”
“Prabumulih”
“Apa
itu Prabumulih, I never heard it before”
“Tempat
dimana saya selalu ingin pulang.”
***
28 April 2013, 23:40
Ingin pulang,
dan selalu menanti
Raja pulang.
Pulanglah, Raja.. ihiihihihi.
BalasHapusIya pulanglah Raja.... :Da
BalasHapus