Kamis, 30 Januari 2014

Reuni Kecil


            Beberapa hari lalu, di sebuah resepsi pernikahan temen SMA, saya dan beberapa teman seangkatan menghadiri acara tersebut. Bahagia rasanya bisa melihat wajah-wajah lama yang dulu menghiasi masa-masa SMA. Ketawa dan bercanda menjadi bumbu di hari itu. Satu sama lain saling menanyakan kabar. Ahh, ada yang banyak berubah, ada yang sedikit berubah dan ada yang tidak berubah sama sekali. Kalo dulu lucu, ternyata masih ada yang lucunya sampai sekarang, nggak nyisa-nyisa, hehe.  Nah, kira-kira temen-temen memandang saya sendiri gimana ya? Haha. 

“Hidup kita ini seperti film ya, yang kita jalani setiap hari adalah adegan-adegannya. Lalu, orang-orang di sekitar kita adalah juga pemeran filmnya. Lucunya,  kita tidak tahu yang kita mainkan hari ini masih awal cerita, tengah-tengah atau sudah di penghujung film. Yang sebaiknya kita pahami bahwa mainkan film kehidupan kita dengan sebaik-baiknya. Sehingga kita adalah aktor/aktris terbaik untuk film kehidupan kita.”

Seolah memutar sebuah film, masa SMA bisa disebut salah satu scene cerita. Nah, pernikahan salah satu teman ini juga menjadi salah satu adegan. Saya agak merasa aneh tapi ya beginilah suasana sekarang. Perbincangan tidak seperti dulu lagi. Kalo dulu mungkin yang ditanya, “eh..gimana soal UHB kita ya?” atau “Buku kemajuan kelas kita kok nggak ada di kelas?” atau “hey, pinjem topi dong buat apel pagi, aku takut kena hukum.” Nah yang sekarang, “kerja dimana? Kapan mau nyebar undangan?”. Bahkan beberapa teman yang sudah datang bersama pasangannya. Lalu semacam nyusun waiting list, “nanti Maret dateng ya ke nikahan aku” ada juga, “aku pertengahan tahun ini ya..” dan ada juga “aku insyaAllah akhir tahun ini”. Mungkin bagi sebagian teman yang lain, ini hal yang lumrah, toh memangnya prosedurnya begitu. Selesai SMA lanjut kuliah. Selesai kuliah lanjut kerja. Setelah itu menikah dan bla bla bla. Rata-rata temen seangkatan sudah pada kerja, jadi fase yang mereka lewati sedikit lebih cepet dibanding saya, hehe. Ketika mereka lulus sarjana, saya juga lulus sarjana. Ketika mereka kerja, eh saya lanjut kepaniteraan klinik. Ketika mereka sudah pada merancang pernikahan, saya baru selesai koas. Ketika mereka sudah menikah, saya masih lanjut internship. Bisa jadi tahun depan waktu ketemu lagi, sudah rame yang panggil saya, “tanteee Andwi”, hihihi lucunyaaaa. Pastinya topik pembicaraan beda lagi. Nanti akan jadi begini nih, ”anak kamu sudah berapa usianya? Sekarang sudah bisa apa? Apa susu formulanya?” hihihi. Dan saya yang bakal sibuk berkoar-koar untuk temen-temen yang cewek, “temen-temen walau sibuk jangan lupa ASI Eksklusif ya…”. Nah kalo buat temen yang cowok saya bakal bilang, “temen-temen, kalian harus jadi Papa pendukung ASI yaa..”. Terus mereka bakal nanya balik, ”gimana caranya Andwi?” nah untuk yang ini saya agak harus lebih cerdas sekarang menjelaskan karena temen-temen cowok angkatan 3 pasti semakin kreatif.  

Lalu sepulang dari acara tersebut saya pulang bersama Cecep dan Puja. Sempet mampir ke rumah Cecep dan ngobrol-ngobrol. Mengingat Puja harus cepet pulang jadilah kami pamit pulang.  (FYI sebenernya Cecep dan saya masih pengen ngobrol panjang, berhubung saya kan nebeng sama Puja jadi manut aja, haha).

Dasar memang berjodoh, obrolan kami berlanjut lagi malam harinya. Saya mau balik ke Palembang dan Cecep juga mau ke Palembang. Berhubung saya dianter oleh bapak, jadi Cecep bisa ikut. Hey, jadilah kami punya waktu panjang buat ngobrol sepanjang perjalanan.  

Uhuk..Uhuk..ini obrolan dua perempuan dewasa muda ya. Dulu terakhir ketemu dan bisa cerita panjang lebar dari AAA sampai ZZEETT tahun 2009. Lalu kini ada kesempatan lagi 2014. Waw..Waw..Waw..ada selang lima tahun yaa. Ceritanya kita ngobrolin apa saja, dari yang ‘nggak penting-penting amat’ sampai yang ‘amat-amat penting’. Lumayan mengisi waktu tiga jam perjalanan. Saya selalu tertarik mendengarkan pengalaman seseorang, nah dengan ketemu begini kan setidaknya saya mendapat cerita dan seolah masuk di hidup seseorang. Begitu juga sebaliknya saya cerita banyak hal. Yang paling menarik adalah ketika kita sharing. Untuk kapasitas saya yang banyak menghabiskan waktu di rumah sakit, merawat orang sakit dan berkumpul dengan teman-teman seprofesi. Tentu, dunia yang saya hadapi itu-itu saja. Nah dengan ngobrol sama temen seperti ini yang punya dunia di luar dunia saya, tentu menjadi hal yang sangat menarik, seperti angin segar buat saya, hehe *lebay!.

Cecep yang merupakan lulusan Teknik Industri  salah satu perguruan tinggi di Bandung bercerita banyak hal. Saya sangat tertarik, saya mengatakan kepada Cecep, ada satu ilmu yang sangat saya suka di Teknik Industri yaitu Ergonomi. Well, ketika stase IKM-IKK saya dan teman-teman kunjungan ke suatu perusahaan beras. Topik yang kita pelajari adalah keselamatan kerja. Disinilah saya mengenal ilmu Ergonomi. Segitunya saya tertarik sampai-sampai saya browsing di internet dari mata kuliah anak TI, lalu memahami ilmu ini. Ternyata kalo saya sudah tertarik sebegituya yaa, hehe.  Begitu juga sebaliknya, Cecep juga harus banyak baca untuk masalah penyakit dan kesehatan. Jadi kalo berobat sama dokter, ada banyak hal yang bisa dikritisi. Kan sebagai dokter jadi lebih enak. Komunikasi dokter-pasien lebih santai, pasiennya pinter-pinter, tidak perlu banyak menjelaskan tapi hanya meluruskan, hehe.

“Belajar itu bukan hanya tentang apa keilmuan yang tengah kita geluti, tetapi tentang apasaja yang ingin kita pahami, sehingga membuat kita berusaha mencari tahu dan mau mempelajari. Itulah belajar, makna yang paling hakiki”

Menjelang tengah malam, kami tiba di Palembang. Cecep langsung diantar ke kosannya. Perpisahan kami ditutup dengan aksi buka pager yang nggak kebuka-buka padahal jelas-jelas emang nggak dikunci, haha. Tepat pukul enol enol saya sampai di kosan saya. Ahh, capeeeekk. Tapi senangnya, hari ini akan saya namai dengan “Reuni Kecil”.

***
Mengapa saya namai tulisan ini “Reuni Kecil” ? emang begitu, reuni dalam skala kecil-kecilan, hehe. Apapun bentuknya, meski cuma sekedar duduk bersampingan di angkot, ketemu nggak sengaja sama temen lama dan cuma berdurasi lima menit. Tapi dalam lima menit itu, kita bisa dapet satu-dua-tiga hal, lebih untung kalo banyak hal. Hebatnya, hal-hal ini akan memberi  energi baru. Sungguh merugi jika setiap momen yang kita lewati, kita lupa menelaahnya dan menjadikannya energi baru.

Terkadang kita terkungkung dengan kondisi. Lebih memilih bersembunyi. Hanya karena kondisi kita sedang ‘tidak benar-benar baik’ berdasarkan definisi kita sendiri, kita jadi memilih berdiam dan menjauh. Hey, seorang teman tidak menjadikan ukuran kondisi atas definisi perorangan. Seorang teman (sejati) selalu ingin memastikan bahwa temannya  ada.

”You don’t lose friends, because real friends can never be lost. You lose people masquerading as friends, and you are better for it.”
-Mandy Hale-





***

Dalam tulisan ini ada dua nama teman yang saya tulis: Cecep dan Puja. Sekilas kalian (yang bukan anak SMA saya) pasti mikirnya Cecep itu cowok dan Puja itu cewek, hehe. Siapa yang mikirnya gitu angkat kaki hayooo...haha. Salah! yang bener itu kebalikannya, Cecep adalah Septiyah Giyanti, yang namanya saya abadikan di seorang bayi yang proses kelahirannya saya bantu waktu stase Obgyn, hehe. Dulu waktu saya ke Bandung thn 2010, pernah saya dimarah oom saya, karena bilang mau diajak Cecep jalan. Dikira cowok padahal cewek, haha. Nah, kalo Puja lengkapnya Alfindra Purja. Saya juga aneh kok dipanggil Puja, hehe. 

Senin, 27 Januari 2014

Filosofi Kantong di Luar dan Kantong di Dalam


Sebagai manusia kita selalu mempunyai dua kantong. Kantong di luar dan kantong di dalam. Kantong ini berisikan kebahagiaan-kebahagiaan. Hey, hidup ini memang selalu menarik. Setiap hari kita selalu membawa kantong-kantong kebahagiaan ini.  Namun, pernahkah kita memahami bahwa dari kedua kantong tersebut, manakah kantong kita yang terisi lebih penuh?

Saya hanya mengira-ngira, kantong di luar adalah kantong yang menyimpan kebahagiaan-kebahagiaan yang datangnya dari luar. Misalnya, mendapat hadiah, mendapat apresiasi atas suatu hasil yang kita kerjakan, memiliki harta berlimpah, termasuk di golongan kelas sosial yang tinggi dan lain sebagainya. Sedangkan kantong di dalam adalah kantong-kantong yang menyimpan kebahagiaan-kebahagiaan dari dalam. Saya bingung kebahagiaan di kantong ini bersumber dari mana.

Mari kita berandai-andai, bukankah hidup ini masalah pilihan. Cita-cita, impian dan harapan, selalu saja menjadi pilihan. Kantong di luar akan terisi jika semua pilihan tadi kita dapatkan. Lalu bagaimana dengan kantong di dalam? Ya, berdasarkan tebakan saya, juga akan terisi. Namun, pernahkah terpikirkan jika kita jatuh pada kondisi, --tidak selalu mendapatkan apa yang kita pilih--. Harapan kita dapat meraih pendidikan di universitas ternama, harapan kita dapat bekerja di perusahaan multinasional terhebat dan harapan-harapan lainnya.  Namun, jika kita tidak selalu mendapat pilihan pertama, jatuh pada pilihan kedua, ketiga, keempat, kelima dan seterusnya, atau bahkan bukan menjadi pilihan sama sekali. Kantong di luar bisa jadi hanya terisi sedikit. Lalu bagaimana dengan kantong di dalam? Ahay, ajaibnya kantong di dalam sepenuhnya intervensi kita. Kantong di dalam hanya diri kita sendiri yang berhak mengisinya. Dan keajaiaban satu lagi, kantong di dalam adalah katong yang tiada batas. Kau bahkan bisa mengisinya tanpa tahu kapan menjadi penuh. Mengisinya terus menerus.

Jika kita terbiasa mengisi kantong di dalam tanpa tergantung pada kantong di luar, kita akan menjadi paham bahwa kebahagiaan sesungguhnya berasal dari hati. Inilah kebahagiaan yang hakiki. Kita akan selalu bahagia meskipun apa yang menjadi pilihan tidak selalu kita dapatkan. Tidak selalu kita dapatkan.

Dengan begini, kita dapat menjaga pemahaman yang paling mendasar.

Ketika kita bermimpi menuntut ilmu setinggi langit, bukan semata ijazah yang kita kejar. Tapi keilmuan dan proses belajarnya. Jadi, bagaimanapun hasil akhirnya, kita akan selalu bahagia.

Ketika kita bermimpi bekerja di tempat-tempat terhebat, bukan semata ‘nama’ yang kita kejar. Tapi manfaat dari diri kita. Jadi, menjadi apapun kita dan dimanapun kita ditempatkan yang terpenting adalah kita selalu bisa bermanfaat, kita akan selalu bahagia.

Ketika kita telah melakukan suatu hal, bukan semata apresiasi dari orang yang kita kejar. Tapi, proses melakukan suatu hal  itu. Jadi, bagaimanapun tanggapan orang terhadap apa yang sudah kita lakukan, kita akan selalu bahagia.


“Kantong kebahagiaan ini ajaib sekali. Semakin terisi bukan semakin berat, tetapi justru semakin ringan”