Selamat Pagi!
Hai
adek-adek semua yang akan menjelang Ujian Nasional dan Tes Perguruan Tinggi.
Kakak ucapkan selamat pagi! Mengapa harus pagi? Padahal ketika kalian membaca
ini entah sedang jam berapa, dimana dan bersama siapa. Sejatinya itu tidak
terlalu penting. Yang jelas (pernah) seorang guru selalu setia mengucapkan
selamat pagi. Baginya waktu selalu pagi. Tidak peduli senja kian menghampiri.
Sekarang kakak paham, bahwa pagi memberi janji dan harapan. Iya janji dan
harapan untuk kelangsungan satu hari ini.
Adek-adek
yang semangat dan energinya begitu luar biasa. Mari rehat sejenak. Mendekat
kepada kakak. Kakak ingin bercerita. Ini hanya cerita sederhana yang datang
dari negeri antahbarantah.
***
Di
suatu desa yang berada di pinggiran kaki gunung berdiri sebuah sekolah. Sekolah
Ceria namanya. Nama yang lucu bukan? Sebenarnya sekolah ini tidak punya nama.
Dulu warga desa ini malas sekali sekolah. Mereka lebih suka menghabiskan waktu
di sawah. Bekerja, bermain dan aktivitas lainnya. Anak-anaknya yang lucu dan
semangat namun seperti tiada arah. Hingga suatu ketika seorang pemuda bernama
Arul hendak mendirikan sekolah. Syarat masuk sekolah ini mudah saja. Apa itu? Iya,
semua harus ceria.
Syarat
yang sederhana ini apabila dijabarkan seperti ini kira-kira, anak-anak yang
bersekolah tidak diwajibkan dengan sistem yang kaku. Tentunya bersahabat dengan
alam dan diisi dengan keceriaan. Anak-anak tidak wajib pakai seragam sekolah
ataupun sepatu. Asal menjalani proses belajarnya ceria. Itu saja sudah cukup. Awalnya
warga kampung tidak mau memasukkan anak-anaknya ke sekolah Ceria ini. Hanya ada
empat siswa yang berminat. Tapi bagi Arul tidak jadi masalah. Asal keempat anak
ini ceria.
Keempat
siswa ini senang sekali menjalani proses belajar di sekolah Ceria. Bersama Pak
guru Arul, mereka bisa belajar apa saja dan bertanya apa saja. Misalnya mengapa
embun hanya ada di permukaan daun ketika pagi hari. Mengapa semut kalau bertemu
satu sama lain harus berciuman. Mengapa setelah hujan akan muncul pelangi. Dan masih
banyak pertanyaan mengapa mengapa lainnya. Sebenarnya Pak guru Arul juga tidak
tahu pasti apa jawabannya. Tapi dengan keceriaan anak-anak ini, mereka diharapkan
mencari tahu, memikirkan lalu berusaha menyimpulkan sendiri sesuai pemahaman
mereka. Disinilah terciptanya proses berpikir.
Keempat
siswa tadi tumbuh semakin cerdas. Banyak hal yang mereka pikirkan dan mereka
perbuat. Para orang tua merasakan perubahan itu. Misalnya ketika anak-anak ini
membantu orang tuanya bekerja disawah. Mereka mencari cara-cara yang efektif
dalam bekerja. Misalnya memindahkan air dari satu kolam ke kolam lainnya yang
lebih rendah permukannya. Bagaimana kalau kita buat kincir air sederhana. Sehingga
tidak perlu bersusah payah menghabiskan tenaga dan waktu. Kincir air sederhana
itu bisa memindahkan air dari kolam yang tinggi ke kolam yang lebih rendah.
Tahun
ini boleh jadi ada empat siswa. Tahun berikutnya ada tujuh. Tahun berikutnya
lagi ada dua puluh. Dan setiap tahunnya selalu bertambah. Pak guru Arul sempat
kewalahan karena jumlah siswa bertambah namun tidak diimbangi jumlah guru. Namun
baginya tak mengapa. Sebab sekolah ini tidak ada batasan kelas. Sekolah ini
hanya ingin siswanya belajar dengan ceria. Belajar banyak hal. Memikirkan banyak
hal yang ada disekitar mereka walau tanpa guru.
Ternyata
perubahan tidak sampai disitu. Pola pikir mereka juga berubah. Apa yang mereka
tanyakan dan apa yang mereka pikirkan tidak cukup sampai disitu. Mereka butuh
jawaban lebih pasti lagi. Butuh pembelajaran dan pemahaman yang lebih jauh. Oleh
karena itu semua anak-anak ini akhirnya mau bersekolah ke tingkat selanjutnya. Untuk
melanjutkan sekolah mereka harus hijrah ke kota.
Hebat.
Semua anak-anak memiliki mimpi besar. Cita-cita yang mereka lontarkan luar
biasa. Kerja keras mereka menggugah para orang tua. Dari generasi ke generasi
terdengar, alumni sekolah Ceria melanjutkan ke sekolah ternama. Mimpi-mimpi
mereka terwujud. Ada yang menjadi pembuat kapal terbang, menteri, pengusaha
besar, pemain sepak bola handal dan masih banyak yang lain yang juga luar biasa.
Suatu
ketika Pak Arul jatuh sakit. Sekolah Ceria sempat terhenti. Namun Pak guru Arul
berpesan,
“Duhai anak-anak ku sayang.
Terus hiduplah dengan keceriaan kalian. Teruslah belajar. Sekolah ini terbiasa
belajar tanpa guru.”
Anak-anak
tetap bersemangat namun tidak begitu ceria. Guru mereka tergolek lemah. Dan keceriaan
itu semakin sirna ketika pak guru Arul meninggal dunia.
Sedih.
Kehilangan. Iya, itu pasti. Namun anak-anak harus tetap belajar dan bertanya
banyak hal. Namun bagaimana jika tidak ada guru? Ternyata mereka merasakan
bahwa kehadiran seorang guru begitu berpengaruh. Walau semua proses belajar
bisa dilakukan sendiri namun seorang gurulah yang akan menjadi pemberi
rambu-rambu. Mengarahkan jalan permainan.
Anak-anak
ini mengirim surat kepada semua alumni sekolah Ceria yang sudah tersebar di seluruh
penjuru negeri. Mengabarkan bahwa Pak guru Arul telah meninggal dunia dan
mereka tidak punya guru lagi. Dan satu pertanyaan sebagai penutup surat. Tidakkah
satu diantara kalian yang hebat-hebat ini mau menjadi guru kami???
***
Adek-adek, ceritanya krik..krik..
ya? Hmm..kita ambil pesan moralnya saja ya. Mohon maaf kakak tidak bermaksud
menyalahkan siapa-siapa. Sekarang susah sekali menemukan siswa yang kalau
ditanya apa cita-citanya? SUWER SERIUS BENER-BENER PENGEN JADI GURU!! Kabar
baiknya, kebanyakan siswa-siswa akan melambungkan cita-citanya setinggi langit
dengan memilih program studi yang bukan kependidikan. Kabar buruknya, Mohon
maaf sekali, kakak mohon maaf banget banget banget program studi keguruan
dijadikan pilihan alternatif. Sungguh, kalau adek-adek bercita-cita menjadi
seorang guru. Ini cita-cita yang mulia dek. Bahkan Bapak B.J. Habibie yang
kecerdasannya luar biasa dulu bersekolah juga dididik oleh guru. Oleh karena
itu jangan pernah ragu-ragu menjadikan program studi keguruan pilihan utama.
Kakak menulis ini dan ngarang cerita
diatas tidak disponsori oleh pihak manapun. Kakak juga tidak kuliah di program
studi keguruan. Ini hanya buah pemikiran atas fenomena -sedikit sekali siswa yang benar-benar bercita-cita menjadi guru-. Kakak
juga tidak berniat mengerucutkan pikiran adek-adek. Selamat belajar! Pesan Pak
guru Arul tadi, Terus hiduplah dengan
keceriaan kalian. Teruslah belajar.
***
Oh ya, teruntuk
guruku sayang yang dulu mengajarkan saya dari A sampai Z. Mengajarkan membaca
dan menulis. Iya, ini hasil kerja kerasmu. Anak muridmu (alhamdulillah) sudah
bisa merangkai kata-kata.
wooooow
BalasHapusAya kuliah di FKIP.. Semoga bisa jadi guru yang baik nantinya, aamiin.. Hmmm.
BalasHapusIya Aya, ssemoga jadi guru yang baik dan melahirkan generasi hebat ya.. Amin.
BalasHapusSemangat Aya ^^
aamiin Aamiin Aamiin.. makasih doanya Puput
Hapus