Teman, sedang apa kamu disana? Ahh, tentu sedang tertawa
sambil menyisir boneka atau mungkin kamu sedang mengerjakan PR kita yang
diberikan oleh Ibu Adin minggu lalu.
Teman, padahal baru tadi pagi ya kita berjalan berdua
menyusuri jalan setapak di dekat rumah menuju gedung sekolah.
Teman, kamu ingat pagi tadi tali sepatu ku lepas. Waktu kita
hendak berlari menuju sekolah, aku nyaris terjatuh. Tangan mu menggapai tangan
ku. Menjaga ku agar tidak lebih jatuh.
Teman, sesampainya kita di sekolah, seperti biasa kita
menduduki kursi kesayangan kita di sudut kelas. Aah..aku takut kalau
besok-besok kursi itu diambil orang lain. Jagain kursi ku ya teman.
Teman, ketika bel berbunyi kita berlarian menuju lapangan
upacara. Aku lupa memakai topi. Lalu kamu meminjamkan topi mu untuk ku. Kamu bilang
aku tidak boleh kena sinar matahari secara langsung.
Teman, selama upacara berlangsung aku lihat mata mu selalu
melirik ke arah ku. Aku baik-baik saja teman. Buktinya aku bisa ikut upacara
hingga selesai.
Teman, setelah upacara selesai kamu langsung mengajak ku secepatnya menuju kelas. Iya, aku akan segera
menuju kelas mengikuti langkah mu.
Teman, ketika pelajaran Matematika berlangsung kamu selalu
menanyakan, apakah aku baik-baik saja. Tentu teman, aku baik-baik saja.
Teman, ketika jam istirahat aku lebih memilih duduk di dalam
kelas dan kamu orang yang paling setia menemani ku.
Teman, ketika Juno, Radit dan Gilang memanggilku buncit dan
hitam, kamu selalu membela ku dan mengajak ku menjauh dari mereka.
Teman, semua orang tahu dan pasti kamu lebih tahu bukan? Coba
lagi pandangi aku. Perut ku kian hari kian membuncit. Kulit ku begitu hitam.
Pipi ku menonjol. Aku tampak pucat. Ahh.. tapi kamu satu-satunya orang yang
tidak pernah membahas itu.
Teman, tepat ketika bel istirahat selesai, pandangan mata ku
gelap. Tubuh ku sempoyongan. Aku tidak bisa bangun lagi. Bahkan aku tidak ingat
lagi kejadian terakhir. Satu hal yang aku ingat, wajah kamu begitu mencemaskan ku.
Teman, sekejap aku sudah berada di tempat berbeda. Iya ini
tempat biasa aku dibawa kalau aku jatuh dalam kondisi seperti ini.
Teman, kata ibu hemoglobin ku turun lagi. Ahh, apapula itu
hemoglobin. Hemoglobin yang turun itulah penyebab aku jatuh pingsan tadi. Jadi
aku harus ditambah darah.
Teman, sekarang aku sedang terbaring lemas. Tetes tiap tetes
darah masuk ke dalam tubuh ku lewat selang infus. Aku tidak sabar ingin cepat
pulang agar bisa berjumpa dengan mu lagi.
Terimakasih ya sudah menjadi teman terbaik ku.
Aku Nadia, si gadis Thalasemia.
***
Nadia adalah salah satu pasien Thalasemia yang kami rawat di
RSUD Ibnu Sutowo Baturaja. Enam bulan kemudian, di pelataran parkir halaman
Palang Merah Indonesia saya dan Sisca berjumpa lagi sama Nadia. Sisca masih
ingat dan menyapanya terlebih dahulu.
“Nadia ngapain disini?” Tanya Sisca
“Mengantri untuk mengambil darah kak.” Jawabnya dengan nada
sendu.
***
Thalasemia adalah jenis penyakit keturunan yang ditandai dengan
kelainan rantai hemoglobin yang dimiliki oleh pengidapnya. Hemoglobin adalah
salah satu komponen yang terikat dalam sel darah merah yang berfungsi untuk
mengikat oksigen. Jika usia sel darah merah rata-rata seratus dua puluh hari. Pada
pasien thalasemia usia sel darah merah jauh lebih pendek dari jangka waktu
tersebut. Sehingga Hemoglobin mudah turun dan membutuhkan transfusi darah
secara berkala. Oleh karena itu jika kita mendonorkan darah kita ke PMI,
setidaknya tiap tetes darah itu mampu menyambung nyawa mereka.
***
Tulisan sederhana ini dipersembahkan untuk Nadia dan
keluarga besar Thalasemia lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar