Jumat, 22 November 2013

Hakikat Mencintai


Aku pernah bertanya, apa spesialnya rasa yang disebut ‘cinta’? Apa sama spesialnya dengan rasa lapar, haus, bosan dan jenis-jenis rasa lainnya. Mengapa seringkali manusia amat mengagungkan jenis rasa yang satu ini. Porsinya dilebihkan dari jenis rasa yang lain. Lalu aku bertanya pada diri sendiri. Apakah aku juga termasuk orang yang mengagungkan jenis rasa yang satu ini? Yang menganggap jenis rasa ini mempengaruhi lebih dari tujuh puluh persen kehidupan sehari-hari? Jikalau memang amat spesial, jikalau keberadaannya mempengaruhi aspek kehidupan yang lain-lain, maka aku takut sekali kalau pemahamanku tentang rasa cinta, dangkal. Aku tidak mau jika suatu hari nanti aku jatuh cinta (lagi), aku hanya mencintai sebatas superfisial. 

            Maka, aku memutuskan untuk memahami hakikat mencintai....

            Kebingungan menyeruak lagi. Berbagai pertanyaan muncul lagi di kepalaku. Dari mana aku memulai memahami ini? Bagaimana cara ku memahami ini? Pemahaman yang seperti apa yang aku butuhkan? Aku berhenti bertanya. Sejenak, Aku ingin berdiskusi. Berdiskusi dengan diri sendiri. Baiklah, aku akan mulai mempelajari ini dengan cara ku sendiri. Aku memulainya dari dasar. Dasar penciptaanku dihadirkan di bumi ini.

“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”
(QS. Adz-Dzariyat: 56) 

            Aku dihadirkan di bumi ini adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Sampai disini aku seperti menemukan titik terang. Setidaknya aku tahu kemana aku akan melangkah. Dalam proses menjalani kehidupan di dunia ini, tentu aku akan berinteraksi dengan berpegang pada garis horizontal dan vertikal. Habluminannas dan Habluminallah. Barulah pertanyaan tentang rasa cinta tadi datang lagi, karena disinilah inti dari yang harus aku pahami. 

Ada satu hal yang selalu muncul dari hati kecil, bahwa aku ingin terlebih dahulu merasakan cinta yang sebenar-benarnya cinta kepada Sang Pencipta ku. Barulah aku mengizinkan hatiku mencintai selain-Nya dengan pemahaman cinta itu ada atas dasar cintaku terhadap Sang Pencipta ku. Namun, aku tidak tahu. Mata hati terasa beku. Bagaimana merasakan cinta yang sebenar-benarnya cinta kepada Sang Pencipta itu? Jujur, aku tidak tahu. Tolong ajarkan aku. Tolong tanamkan rasa cinta itu. Entah lewat apa dan bagaimana caranya. Aku menangis...

“Ya Allah..hamba-Mu yang lemah ini sangat ingin merasakan cinta yang sebenar-benarnya cinta kepada-Mu. Hamba ingin...namun hamba tidak paham..tidak tahu...tolong tunjukkan ya Allah...Walau dengan jalan apapun, tunjukkan ya Allah..”

Aku ingin langkahku terasa ringan. Langkah yang selalu dituntun-Nya di jalan yang selalu dalam penjagaan-Nya. Aku jalani irama hidupku. Lewat apapun skenario yang diberikan-Nya untuk ku. Aku ingin menerima, dengan penerimaan yang tulus. Aku pernah jatuh, tapi aku diberi kekuatan untuk bangun. Aku pernah sakit, tapi aku diberi kenikmatan untuk sembuh. Aku pernah menjadi sangat hitam, tapi aku diberi corak untuk menjadi putih. Aku bertanya mengapa ini terjadi. Aku bertanya lagi. Bertanya lagi. Lagi. 

“Inilah cara Allah menjagaku, cara Allah menyayangiku, cara Allah mencintaiku”

Aku bisa merasakan betapa Allah mencintaiku. Rasa cinta itu melampaui batas pengetahuanku. Dengan inilah aku paham bagaimana aku memulai mencintai-Nya. Aku menerima dengan cara apapun pemahaman itu hadir, maka aku mempersilahkan diriku untuk mencintai-Nya dengan cara ku, dengan pemahamanku. Amat sederhana, dengan mensyukuri semua yang telah aku punya dan menyerahkan sepenuhnya diriku kepada-Nya. Sungguh, Aku bukan apa-apa.

--Maka suatu hari nanti, jika aku jatuh cinta (lagi) itu karena Allah telah mengizinkan aku untuk mencintai, yang bersama orang itu aku bisa menambah kecintaanku kepada-Nya. Lagi dan lagi.--

4 komentar:

  1. Karena hakikat mencintai itu karena cinta padaNya.. :)
    salam kenal ya.. http://kalisaprimadewi.blogspot.com/2009/02/cinta-yang-sejati.html

    BalasHapus
  2. @kpd: :"), salam kenal juga Kalisa.. Thanks for coming here ^^

    BalasHapus