Aku pernah
bertanya, apa spesialnya rasa yang disebut ‘cinta’? Apa sama spesialnya dengan
rasa lapar, haus, bosan dan jenis-jenis rasa lainnya. Mengapa seringkali
manusia amat mengagungkan jenis rasa yang satu ini. Porsinya dilebihkan dari
jenis rasa yang lain. Lalu aku bertanya pada diri sendiri. Apakah aku juga
termasuk orang yang mengagungkan jenis rasa yang satu ini? Yang menganggap
jenis rasa ini mempengaruhi lebih dari tujuh puluh persen kehidupan
sehari-hari? Jikalau memang amat spesial, jikalau keberadaannya mempengaruhi
aspek kehidupan yang lain-lain, maka aku takut sekali kalau pemahamanku tentang
rasa cinta, dangkal. Aku tidak mau jika suatu hari nanti aku jatuh cinta
(lagi), aku hanya mencintai sebatas superfisial.
Maka, aku memutuskan
untuk memahami hakikat mencintai....
Kebingungan menyeruak
lagi. Berbagai pertanyaan muncul lagi di kepalaku. Dari mana aku memulai
memahami ini? Bagaimana cara ku memahami ini? Pemahaman yang seperti apa yang
aku butuhkan? Aku berhenti bertanya. Sejenak, Aku ingin berdiskusi. Berdiskusi dengan
diri sendiri. Baiklah, aku akan mulai mempelajari ini dengan cara ku sendiri. Aku
memulainya dari dasar. Dasar penciptaanku dihadirkan di bumi ini.
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka
beribadah kepada-Ku”
(QS. Adz-Dzariyat: 56)
Aku dihadirkan di
bumi ini adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Sampai disini aku seperti
menemukan titik terang. Setidaknya aku tahu kemana aku akan melangkah. Dalam proses
menjalani kehidupan di dunia ini, tentu aku akan berinteraksi dengan berpegang
pada garis horizontal dan vertikal. Habluminannas dan Habluminallah. Barulah pertanyaan
tentang rasa cinta tadi datang lagi, karena disinilah inti dari yang harus aku
pahami.
Ada satu hal
yang selalu muncul dari hati kecil, bahwa aku ingin terlebih dahulu merasakan
cinta yang sebenar-benarnya cinta kepada Sang Pencipta ku. Barulah aku mengizinkan
hatiku mencintai selain-Nya dengan pemahaman cinta itu ada atas dasar cintaku
terhadap Sang Pencipta ku. Namun, aku tidak tahu. Mata hati terasa beku. Bagaimana
merasakan cinta yang sebenar-benarnya cinta kepada Sang Pencipta itu? Jujur,
aku tidak tahu. Tolong ajarkan aku. Tolong tanamkan rasa cinta itu. Entah lewat
apa dan bagaimana caranya. Aku menangis...
“Ya Allah..hamba-Mu yang lemah ini sangat ingin merasakan cinta
yang sebenar-benarnya cinta kepada-Mu. Hamba ingin...namun hamba tidak
paham..tidak tahu...tolong tunjukkan ya Allah...Walau dengan jalan apapun,
tunjukkan ya Allah..”
Aku ingin
langkahku terasa ringan. Langkah yang selalu dituntun-Nya di jalan yang selalu
dalam penjagaan-Nya. Aku jalani irama hidupku. Lewat apapun skenario yang
diberikan-Nya untuk ku. Aku ingin menerima, dengan penerimaan yang tulus. Aku pernah
jatuh, tapi aku diberi kekuatan untuk bangun. Aku pernah sakit, tapi aku diberi kenikmatan untuk sembuh. Aku
pernah menjadi sangat hitam, tapi aku diberi corak untuk menjadi putih. Aku bertanya
mengapa ini terjadi. Aku bertanya lagi. Bertanya lagi. Lagi.
“Inilah cara Allah menjagaku, cara Allah menyayangiku, cara Allah
mencintaiku”
Aku bisa
merasakan betapa Allah mencintaiku. Rasa cinta itu melampaui batas pengetahuanku. Dengan inilah aku paham bagaimana aku
memulai mencintai-Nya. Aku menerima dengan cara apapun pemahaman itu hadir,
maka aku mempersilahkan diriku untuk mencintai-Nya dengan cara ku, dengan
pemahamanku. Amat sederhana, dengan mensyukuri semua yang telah aku punya dan
menyerahkan sepenuhnya diriku kepada-Nya. Sungguh, Aku bukan apa-apa.
--Maka suatu hari nanti, jika aku
jatuh cinta (lagi) itu karena Allah telah mengizinkan aku untuk mencintai, yang
bersama orang itu aku bisa menambah kecintaanku kepada-Nya. Lagi dan lagi.--
Karena hakikat mencintai itu karena cinta padaNya.. :)
BalasHapussalam kenal ya.. http://kalisaprimadewi.blogspot.com/2009/02/cinta-yang-sejati.html
aaamiiiin.... ^_^
BalasHapusRiaaaaaa, rindu sama kamu :")
Hapus@kpd: :"), salam kenal juga Kalisa.. Thanks for coming here ^^
BalasHapus