Jumat, 17 Agustus 2012

PUISI KARAWANG BEKASI

KARAWANG BEKASI

Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
Tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
Terbayang kami maju dan berdegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa
Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu jiwa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan
Atau tidak untuk apa-apa
Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang-kenanglah kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Syahrir
Kami sekarang mayat
Berilah kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang-kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi

Karya Chairil Anwar



Akibat nonton upacara kemarin entah kenapa tiba-tiba saya ingat sama puisi diatas, puisi yang sempat dilantunkan sebagai musikalisasi puisi di ekstra kurikuler teater waktu SMA, sempet juga mau ditampilin untuk salah satu tampilan seni di suatu lomba (baca: SB07) tapi ga jadi. Entah kapan dan dengan siapa lagi bisa melantunkan puisi ini, yang ketika melantunkannya bikin bulu kuduk berdiri. Setiap katanya dalam dan penuh makna. Aihh.. untuk yang bagian ini, Kami sudah coba apa yang kami bisa, kerja belum selesai, belum apa-apa. Kalau mereka sampai hilang nyawa pun masih bisa bilang belum apa-apa, lalu kita? Heu.. lalu bait yang ini, Kenang-kenanglah kami, yang tinggal tulang diliputi debu. Mungkin harapan mereka, walau kita yang sekarang ga bisa berbuat banyak untuk negeri ini minimal mengenang mereka, minimal.

#Muhasabah Nasionalisme.
Andwi Putri Lika, 18 Agustus 2012/30 Ramadhan 1433 H.

3 komentar: