Jumat, 18 Oktober 2013

Kuota Listrik VS Kuota Umur

Suatu malam, ketika saya mengerjakan tugas, saya mendengar suara “tuit..tuit..tuit..” yang samar-samar datang dari depan kosan. Saya mengabaikan suara itu. saya tetap asik bercengkerama dengan laptop ditambah hiburan dari sebuah acara di salah satu stasiun televisi swasta. Tak lupa hembusan angin sepoy-sepoy dari kipas angin. Lampu-lampu semua ruangan dalam keadaan hidup. Hari semakin malam, mata saya tak mampu kompromi lagi. Alhasil, dalam keadaan semua alat elektronik hidup sayapun tertidur.

Keesokan harinya, nenek kos mendatangi saya untuk memberitahukan bahwa kuota listrik saya sudah hampir habis. Ini diperingatkan lewat bunyi “tuit..tuit..tuit..” yang aktif banget sejak malam tadi. Agar bisa tetap menikmati fasilitas listrik, saya harus isi ulang kuota. Haha, lucu sekali bukan? Sebelum pindah ke kosan ini, saya dan kedua teman saya termasuk suka-suka pakai listrik. Pakai aja sesuka hati, nanti penghujung bulan ya tinggal bayar. Besar kecil bayarannya ya risiko. Yang jelas kami tidak pernah merasakan gelap karena diputus sama PLN. Tapi sekarang berbeda, sistem penggunaan listrik terbaru ternyata pakai kuota. Iya, setelah dikasih tahu nenek jadilah saya mematikan beberapa alat elektronik yang tidak terlalu penting. Akhirnya bunyi yang sejak malam tadi memperingatkan reda juga.

Sistem seperti ini ada positif dan negatifnya. Tapi sebagai konsumen saya akan menganggap ini banyak positifnya. (1) Mengingatkan agar kita tidak boros listrik. (2) Kita bisa memperkirakan pengeluaran untuk biaya listrik secara konsisten setiap bulan, ga bakal ada edisi bayaran listrik meledak. (3) Semoga sistem seperti ini terhindar dari pencurian arus listrik. Lagipula, dalam islam kita tidak dianjurkan untuk boros atau berlebih-lebihan. Dengan sistem ini jadi enak, kita jadi diingetin. Kata nenek, kalau kita baru beli kuota setelah kuota lama habis malah lebih susah, bisa-bisa kita gelap-gelapan untuk beberapa malam. Makanya sebelum bener-bener habis ya isi ulang lagi.

Nah, ngomong-ngomong kuota listrik, itu kok di atas judulnya ada kuota umur juga. Nggak..saya cuma berimajinasi, gimana kalau kita hidup juga pakai sistem beli kuota umur. Kalau umurnya sudah sekarat, langsung ada peringatan. Kita diingatkan agar jangan boros-boros pakai waktu selama di dunia. Terus, memangnya kuota umur bisa dibeli? Dibelinya pakai apa? Uang? Enak banget bagi yang kaya raya ya.. eits..mari putar imajinasinya. Gimana kalau membelinya dengan tabungan pahala atau kadar iman dan taqwa. Bayangkan masing-masing kita mampu beli nggak?hehe. Maaf maaf. Ini cuma imajinasi konyol si penulis. Nyatanya kita tidak pernah tahu dengan kuota umur kita masing-masing kan. Kita juga nggak tahu peringatan seperti apa tanda bahwa kuota umur kita sudah hampir habis. Baiklah, hidup bukan tentang seberapa panjang umur kita, tapi seberapa besar manfaat umur itu digunakan selama hidup. :)

Pesan ini disponsori oleh layanan masyarakat agar hemat listrik,hehe. Pesan ini juga patut kita renungkan, kebetulan dituliskan lewat jemari saya. Semoga bermanfaat..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar