Ini adalah cerita beberapa
waktu lalu, ketika terjadi sebuah kasus pencurian kulkas di salah satu
Puskesmas Pembantu cabang Puskesmas tempat saya bertugas. Kala itu, setelah
mendengar kabar pencurian itu, kami (dokter Dwi selaku pimpinan puskesmas, Abi
anaknya dokter Dwi, saya, dokter Adet dan dua perawat) segera bergegas
mengunjungi Pustu yang mengalami pencurian itu. Sesampainya di Pustu, kami
disambut oleh seorang perawat yang bertugas menjaga Pustu tersebut karena
posisi rumahnya tak jauh dari Pustu.
Kami memeriksa barang-barang
apasaja yang dicuri selain kulkas. Selain itu mempelajari dari celah mana si
pencuri bisa masuk ke Pustu. Ternyata si pencuri masuk ke dalam Pustu melewati
jendela yang teralinya berhasil mereka lepaskan dari bibir jendela. Ketika yang
lain sibuk mengamati ruang obat-obatan yang berhasil dimasuki pencuri, saya
justru keluar Pustu dan berjalan menuju arah belakang. Untuk apa? Yuk ahh….
Kita jadi detektif amatiran dulu.
Ternyata dapat dipastikan
setelah berhasil mengeluarkan kulkas dari ruang obat-obatan, si pencuri membawa
kulkas ke belakang Pustu dan mengeluarkan isi kulkas. Lalu membawa pergi kulkas
tersebut. Namun, ada yang menarik perhatian saya, yakni jejak jejak kaki yang
tersebar di halaman belakang beserta pagar kawat yang roboh. Saya mengamati
tiap jejak kaki, ukurannya, motif alas kaki dan arahnya. Ketika ditelusuri,
bisa diamati dari mana datangnya si pencuri, berapa jumlah orangnya dan pergi
ke arah mana.
Coba bayangkan, pada bagian
sudut pagar kawat, tampak kawat yang dirobohkan secara paksa, lalu terlihat
jejak kaki disana, jarak antar kaki lumayan jauh, tekanan terhadap tanah tidak
begitu dalam. Ini bisa disimpulkan arah datangnya pencuri. Jejak itu menghilang
hingga di batas teras Pustu. Lalu temuan jejak kaki yang lain, di arah yang
berlawanan. Jejak jejak kaki yang tidak beraturan, sulit dinilai jumlahnya
karena tumpang tindih, selain itu tekanan menginjak tanah begitu dalam. Ini
bisa disimpulkan arah pencuri pulang, tekanan jejak kaki menjadi dalam karena
si pencuri membawa beban berat yakni kulkas hasil curian. Jarak antar jejak
kaki juga tidak terlalu jauh karena ketika membawa beban berat langkah kaki
pasti terbatas. Hal lain yang juga menunjang, terdapat jejak roda motor dari
dua arah yang berlawanan. Sepertinya kulkas dibawa dengan sepeda motor. Ada dua
sepeda motor, satu untuk memebawa hasil curian, satu untuk berjaga-jaga di
luar, tentu saja anggota komplotan juga.
Oh ya, saya lupa, ketika
melakukan pengamatan ini saya ditemani Abi, bocah laki-laki usia delapan yang
doyan main game. Saya dan Abi
berdiskusi kecil membuat simpulan-simpulan versi kami. Lalu diskusi berakhir
setelah dokter Dwi mengajak kami ke kantor polisi untuk mengadukan kasus ini.
Sesampainya di kantor polisi,
kami beramai-ramai memasuki ruang ibu Kapolsek (kapolseknya polwan, kece banget
dah..) untuk melaporkan kasus ini. Yang melaporkan kasus ini adalah mba perawat
yang bertugas menjaga Pustu, sebab mba perawat inilah yang tahu kronologisnya.
Ibu kapolsek memanggil asistennya untuk membuat berita acara pengaduan.
Seketika terjadi hal yang mengejutkan, si Abi laki-laki kecil yang gendut
berkaca mata tebal mendekat kea rah Ibu kapolsek dan meminta izin untuk duduk
di hadapan beliau. Ibu Kapolsek mempersilahkan.
“Ibu Kapolsek, saya mendapati
beberapa temuan di area pencurian. Di belakang Pustu teradapat jejak jejak
kaki…. Bla bla bla bla bla bla bla bla 834vhjdhjgeh#@$#%”
Abi menjelaskan semua
temuannya dan simpulan yang tadi didapat hasil diskusi kecil di belakang Pustu.
Ibu Kapolsek melongo beberapa saat, begitu pula kami yang melihatnya. Setelah
melaporkan hasil temuannya, si Abi permisi undur diri dan kembali duduk di
antara kami. Wajahnya tenang, seperti gaya orang dewasa. Saya masih terbengong
bengong memandangi si Abi. Nggak nyangka bocah usia delapan bisa segitu
beraninya dan dengan gaya ala orang dewasa. Padahal tadi ketika mengamati jejak
jejak kaki itu, ya maksud saya Cuma lucu-lucuan aja, mengajak Abi jadi sok sok
detektif gitu, nggak tahu kalo bakal disampaikan ke Ibu Kapolsek. Zzzttttttt……
Pengaduan selesai, aksi
selanjutnya kami kembali lagi ke TKP beserta bapak bapak polisi untuk olah TKP.
Tapi sayangnya, bapak bapak polisi hanya mengamati area pencurian di ruang
obat-obatan, nggak pake cara si Abi yang olah jejak jejak kaki, haha.
Demikianlah cerita ini saya
buat dengan sadar tanpa dipaksa sama Abi *loh? Haha. Sebenernya saya agak
kewalahan ngobrol sama Abi karena pasca duet jadi detektif amatiran, si Abi
malah banyak tanya sama saya. Misal, bertanya tentang kejahatan pencurian hewan
yang tertulis di dinding kantor polsek yang dia baca. Dia juga nanya, apakah
kura-kura kesayangannya di rumah berpotensi dicuri juga. Katanya kura-kura itu
aseli berasal dari kepulauan Galapagos dan kalau sudah berusia Sembilan puluh
dua tahun bakal sebesar meja. Wah… Imajinasi si Abi udah kemana-mana, saya jadi
kewalahan sendiri, -_______-“.
Pesan moral cerita ini;
hey..fasilitas negara mari kita jaga sama-sama. Kan buat kita juga. Ternyata
yang dicuri tidak hanya kulkas, tapi sepaket alat persalinan (partus set). Nah
loh gimana kalo istri si pencuri mau lahiran, lahirannya dadakan di Pustu itu,
nggak ada alatnya karena dicuri sama suami yang mau lahiran.. wkwkwkwk
Pesan konyol cerita ini:
jangan suka ngasal ngajak bocah jadi detektif amatiran, nggak tahu kan gimana
imajinatifnya bocah jaman sekarang dan bisa bertindak diluar dugaan, haha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar