Aku berjalan menyusuri lorong-lorong kecil. Lorong yang biasa aku
lewati tak kurang dari delapan belas tahun silam. Perjalanan ku kali ini
bukan tidak ada tujuan. Aku ingin bermain dengan memori. Memori masa
kecil.
Di lorong ini, dulu aku sering melihat seorang anak perempuan
menggendong adiknya. Sesakali aku juga sering melihat dia memetik bunga
di pekarangan rumahnya. Lucunya, untuk menuju ke sekolah ku, aku bisa
menempuh jalan lain. Tapi, lorong ini selalu menjadi jalan pilihan ku.
Ketika aku tidak mendapati anak perempuan itu, tanpa aku sadari aku
tertegun sejenak di depan rumahnya. Lalu, ketika suara halusnya
terdengar, aku berlari. Ini berlangsung bertahun-tahun hingga aku tidak
punya alasan lagi melewati lorong ini.
Suatu hari aku melewati lorong ini lagi. Aku melihat bangunan
rumahnya sudah berubah. Aku menanyakan kepada tetangganya. Ternyata anak
perempuan itu tidak lagi disini. Seolah semakin lengkap, aku
benar-benar tidak punya alasan lagi untuk melewati lorong ini lagi.
Ah, kau tahu, anak perempuan itu kurang lebih seusia ku. Aku hanya
membayangkan wajahnya kini pasti sudah menjelma menjadi perempuan dewasa
muda. Jika saja aku punya kesempatan, aku ingin menyapanya. Sungguh
ingin menyapanya.
Bodohnya, sebenarnya aku punya banyak kesempatan. Ternyata beberapa
kesempatan, aku berada di tempat yang sama dengannya. Akhirnya aku tahu
namanya. Perempuan itu bernama Januari. Beberapa kali aku bersanding
dengannya. Aku pernah duduk berhadapan dengannya. Aku pernah melihatnya
menangis. Aku juga pernah melihat pipinya belepotan sehabis makan es
krim. Tapi, aku tidak pernah bisa menyapanya. Bibirku keluh.
Sekarang aku dengar, anak perempuan itu akan segera menikah. Tentu,
aku tidak akan bisa bersahabat dengannya seperti yang aku impikan.
Bersahabat sepanjang hidup dan mati.
Hari ini, aku melewati lorong ini lagi. Andai aku mendapati seorang anak perempuan itu, aku akan menyapanya.
"Januari, bersahabatlah. Januari bersahabatlah dengan ku…."
Andwilika, 23 Januari 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar