Selamat Pagi!
Hari ini tanggal 02 Mei 2014, is it
special? Yap, hari ini merupakan hari yang spesial untuk dunia pendidikan
Indonesia. Hari yang dijadikan peringatan untuk Hari Pendidikan Nasional. Hari
yang diangkat dari hari kelahiran seorang pahlawan pendidikan Indonesia, Bapak
Ki Hajar Dewantara. Sekedar mengenang kembali. Seorang Ki Hajar Dewantara memiliki
nama asli R.M. Suwardi Suryaningrat. Beliau sempat bekerja sebagai wartawan di
beberapa surat kabar. Lewat tulisannya, Ki Hajar Dewantara mampu membangkitkan
semangat antikolonialisme rakyat Indonesia.
Ki Hajar Dewantara pernah mendapat hukuman dari Belanda berupa
pengasingan bersama dua sahabatnya Douwes Dekker dan Cipto Mangunkusumo. Douwes
Dekker dibuang di Kupang sedangkan Cipto Mangoenkoesoemo dibuang ke pulau
Banda. Hal ini disebabkan tulisan pedas yg ditulis oleh Ki Hajar Dewantara
menyulut amarah Belanda, tulisan yang berjudul “Als lk een Nederlander”
(Seandainya Aku Seorang Belanda). Melalui
tulisan ini, beliau menyindir Belanda yang hendak merayakan 100 tahun
kemerdekaannyaa dan Perancis di negeri jajahan dengan menggunakan uang rakyat
indonesia. Berikut ini kutipannya.
“Sekiranya
aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di
negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan
pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh Si
inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. ide untuk
menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita
keruk pula kantongnya. Ayo teruskan saja penghinaan lahir dan batin itu ! Kalau
aku seorang Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku dan kawan-kawan
sebangsaku ialah kenyataan bahwa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu
kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun baginya”
Dalam pengasingannya, Ki Hajar Dewantara memanfaatkan kesempatan
mendalami masalah pendidikan dan pengajaran. Ki Hajar Dewantara berhasil
memperoleh Europeesche Akte. Prinsip pendidikan yang diajarkan oleh beliau
adalah tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan), ing madya mangun
karsa (di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa), ing ngarsa sungtulada
(di depan memberi teladan) akan selalu menjadi dasar pendidikan di Indonesia.
Untuk mengenang jasa-jasa Ki Hajar Dewantara pihak penerus perguruan Taman
Siswa mendirikan Museum Dewantara Kirti Griya, Yogyakarta, untuk melestarikan
nilai-nilai semangat perjuangan Ki Hajar Dewantara.
Itulah sekilas tentang seorang Bapak Pendidikan kita, yang hari
kelahirannya bukan sekedar sebagai simbolik Hari Pendidikan Nasional, namun
lebih jauh baiknya kita maknai dengan usaha-usaha yang seharusnya kita
lanjutkan untuk membayar dedikasi beliau. Bayaran itu ada dan akan selalu ada.
Dahulu, ketika saya masih berseragam putih merah lalu putih biru dan
putih abu-abu, tanggal 02 Mei merupakan sebuah hari raya pendidikan. Jelas
saja, di sebuah lapangan hijau kota kecil ku kota Prabumulih, pada hari ini akan
diumumkan berbagai kejuaraan perlombaan. Maka selempang-selempang kemenangan
akan bertengger manis di pundak pelajar-pelajar yang telah berhasil menorehkan
keringatnya, demi sebuah prestasi. Lalu,
akan terukir rencana untuk melanjutkan perjuangan ke tingkat yang lebih tinggi,
tingkat provinsi dan nasional.
Kini, saya sedang menunggu proses penutupan masa pendidikan perguruan
tinggi. Menyudahi status saya sebagai MAHA-siswa. Namun, hal ini bukan menjadi alasan
untuk menyudahi rantai pendidikan. Rantai pendidikan harus tetap berjalan.
Bukankah tugas orang terdidik adalah mendidik. Mendidik dapat dengan cara
apapun. Proses kehidupan sendiripun adalah sebuah proses pendidikan. Setiap
orang adalah pendidik. Pendidik untuk orang-orang di sekitarnya dan minimal
pendidik untuk dirinya sendiri.
“Sesungguhnya setiap
orang adalah pendidik, alam raya adalah sekolah, dan kehidupan adalah proses
pendidikan itu sendiri.”
Saya tiba-tiba teringat dengan sebuah jargon yang dahulu selalu saya
ucapkan di setiap penutupan pidato untuk perlombaan. Terkhusus untuk perlombaan
dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional. “The future of our country is in our hands!” ucapku sambil
menengadahkan telapak tangan. Yap, mungkin hanya sekedar salah satu struktur anatomis
tubuh yang memiliki bentuk yang unik. Sebuah telapak tangan yang dikelilingi lima jari. Namun benar adanya, lewat tangan-tangan
kitalah masa depan Indonesia dapat menjadi lebih baik.
Mana tangan mu? Ini
tangan ku, mari berbuat untuk Indonesia yang lebih baik!
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar