Beberapa hari lalu, di sebuah resepsi
pernikahan temen SMA, saya dan beberapa teman seangkatan menghadiri acara
tersebut. Bahagia rasanya bisa melihat wajah-wajah lama yang dulu menghiasi
masa-masa SMA. Ketawa dan bercanda menjadi bumbu di hari itu. Satu sama lain
saling menanyakan kabar. Ahh, ada yang banyak berubah, ada yang sedikit berubah
dan ada yang tidak berubah sama sekali. Kalo dulu lucu, ternyata masih ada yang
lucunya sampai sekarang, nggak nyisa-nyisa, hehe. Nah, kira-kira temen-temen memandang saya
sendiri gimana ya? Haha.
“Hidup kita ini seperti film ya, yang
kita jalani setiap hari adalah adegan-adegannya. Lalu, orang-orang di sekitar
kita adalah juga pemeran filmnya. Lucunya, kita tidak tahu yang kita mainkan hari ini
masih awal cerita, tengah-tengah atau sudah di penghujung film. Yang sebaiknya
kita pahami bahwa mainkan film kehidupan kita dengan sebaik-baiknya. Sehingga kita
adalah aktor/aktris terbaik untuk film kehidupan kita.”
Seolah memutar sebuah film, masa SMA bisa
disebut salah satu scene cerita. Nah, pernikahan salah satu teman ini juga
menjadi salah satu adegan. Saya agak merasa aneh tapi ya beginilah suasana
sekarang. Perbincangan tidak seperti dulu lagi. Kalo dulu mungkin yang ditanya,
“eh..gimana soal UHB kita ya?” atau “Buku kemajuan kelas kita kok nggak ada di
kelas?” atau “hey, pinjem topi dong buat apel pagi, aku takut kena hukum.” Nah yang
sekarang, “kerja dimana? Kapan mau nyebar undangan?”. Bahkan beberapa teman
yang sudah datang bersama pasangannya. Lalu semacam nyusun waiting list, “nanti Maret dateng ya ke nikahan aku” ada juga, “aku
pertengahan tahun ini ya..” dan ada juga “aku insyaAllah akhir tahun ini”. Mungkin
bagi sebagian teman yang lain, ini hal yang lumrah, toh memangnya prosedurnya
begitu. Selesai SMA lanjut kuliah. Selesai kuliah lanjut kerja. Setelah itu
menikah dan bla bla bla. Rata-rata temen seangkatan sudah pada kerja, jadi fase
yang mereka lewati sedikit lebih cepet dibanding saya, hehe. Ketika mereka
lulus sarjana, saya juga lulus sarjana. Ketika mereka kerja, eh saya lanjut kepaniteraan
klinik. Ketika mereka sudah pada merancang pernikahan, saya baru selesai koas. Ketika
mereka sudah menikah, saya masih lanjut internship. Bisa jadi tahun depan waktu
ketemu lagi, sudah rame yang panggil saya, “tanteee Andwi”, hihihi lucunyaaaa. Pastinya
topik pembicaraan beda lagi. Nanti akan jadi begini nih, ”anak kamu sudah
berapa usianya? Sekarang sudah bisa apa? Apa susu formulanya?” hihihi. Dan saya
yang bakal sibuk berkoar-koar untuk temen-temen yang cewek, “temen-temen walau
sibuk jangan lupa ASI Eksklusif ya…”. Nah kalo buat temen yang cowok saya bakal
bilang, “temen-temen, kalian harus jadi Papa pendukung ASI yaa..”. Terus mereka
bakal nanya balik, ”gimana caranya Andwi?” nah untuk yang ini saya agak harus
lebih cerdas sekarang menjelaskan karena temen-temen cowok angkatan 3 pasti
semakin kreatif.
Lalu sepulang dari acara tersebut saya pulang
bersama Cecep dan Puja. Sempet mampir ke rumah Cecep dan ngobrol-ngobrol. Mengingat
Puja harus cepet pulang jadilah kami pamit pulang. (FYI sebenernya Cecep dan saya masih pengen
ngobrol panjang, berhubung saya kan nebeng sama Puja jadi manut aja, haha).
Dasar memang berjodoh, obrolan kami berlanjut
lagi malam harinya. Saya mau balik ke Palembang dan Cecep juga mau ke
Palembang. Berhubung saya dianter oleh bapak, jadi Cecep bisa ikut. Hey,
jadilah kami punya waktu panjang buat ngobrol sepanjang perjalanan.
Uhuk..Uhuk..ini obrolan dua perempuan dewasa
muda ya. Dulu terakhir ketemu dan bisa cerita panjang lebar dari AAA sampai ZZEETT
tahun 2009. Lalu kini ada kesempatan lagi 2014. Waw..Waw..Waw..ada selang lima
tahun yaa. Ceritanya kita ngobrolin apa saja, dari yang ‘nggak penting-penting
amat’ sampai yang ‘amat-amat penting’. Lumayan mengisi waktu tiga jam
perjalanan. Saya selalu tertarik mendengarkan pengalaman seseorang, nah dengan
ketemu begini kan setidaknya saya mendapat cerita dan seolah masuk di hidup
seseorang. Begitu juga sebaliknya saya cerita banyak hal. Yang paling menarik
adalah ketika kita sharing. Untuk kapasitas
saya yang banyak menghabiskan waktu di rumah sakit, merawat orang sakit dan
berkumpul dengan teman-teman seprofesi. Tentu, dunia yang saya hadapi itu-itu
saja. Nah dengan ngobrol sama temen seperti ini yang punya dunia di luar dunia
saya, tentu menjadi hal yang sangat menarik, seperti angin segar buat saya,
hehe *lebay!.
Cecep yang merupakan lulusan Teknik
Industri salah satu perguruan tinggi di
Bandung bercerita banyak hal. Saya sangat tertarik, saya mengatakan kepada
Cecep, ada satu ilmu yang sangat saya suka di Teknik Industri yaitu Ergonomi. Well, ketika stase IKM-IKK saya dan
teman-teman kunjungan ke suatu perusahaan beras. Topik yang kita pelajari
adalah keselamatan kerja. Disinilah saya mengenal ilmu Ergonomi. Segitunya saya
tertarik sampai-sampai saya browsing di
internet dari mata kuliah anak TI, lalu memahami ilmu ini. Ternyata kalo saya
sudah tertarik sebegituya yaa, hehe. Begitu
juga sebaliknya, Cecep juga harus banyak baca untuk masalah penyakit dan
kesehatan. Jadi kalo berobat sama dokter, ada banyak hal yang bisa dikritisi.
Kan sebagai dokter jadi lebih enak. Komunikasi dokter-pasien lebih santai,
pasiennya pinter-pinter, tidak perlu banyak menjelaskan tapi hanya meluruskan,
hehe.
“Belajar itu bukan hanya tentang apa keilmuan
yang tengah kita geluti, tetapi tentang apasaja yang ingin kita pahami, sehingga
membuat kita berusaha mencari tahu dan mau mempelajari. Itulah belajar, makna
yang paling hakiki”
Menjelang tengah malam, kami tiba di
Palembang. Cecep langsung diantar ke kosannya. Perpisahan kami ditutup dengan
aksi buka pager yang nggak kebuka-buka padahal jelas-jelas emang nggak dikunci,
haha. Tepat pukul enol enol saya sampai di kosan saya. Ahh, capeeeekk. Tapi senangnya,
hari ini akan saya namai dengan “Reuni Kecil”.
***
Mengapa saya namai tulisan ini “Reuni Kecil” ?
emang begitu, reuni dalam skala kecil-kecilan, hehe. Apapun bentuknya,
meski cuma sekedar duduk bersampingan di angkot, ketemu nggak sengaja sama
temen lama dan cuma berdurasi lima menit. Tapi dalam lima menit itu, kita bisa
dapet satu-dua-tiga hal, lebih untung kalo banyak hal. Hebatnya, hal-hal ini
akan memberi energi baru. Sungguh merugi
jika setiap momen yang kita lewati, kita lupa menelaahnya dan menjadikannya energi
baru.
Terkadang kita terkungkung dengan kondisi. Lebih
memilih bersembunyi. Hanya karena kondisi kita sedang ‘tidak benar-benar baik’
berdasarkan definisi kita sendiri, kita jadi memilih berdiam dan menjauh. Hey,
seorang teman tidak menjadikan ukuran kondisi atas definisi perorangan. Seorang
teman (sejati) selalu ingin memastikan bahwa temannya
ada.
”You don’t lose friends, because real
friends can never be lost. You lose people masquerading as friends, and you are
better for it.”
-Mandy Hale-
***
Dalam tulisan ini ada dua nama teman yang saya tulis: Cecep dan Puja. Sekilas kalian (yang bukan anak SMA saya) pasti mikirnya Cecep itu cowok dan Puja itu cewek, hehe. Siapa yang mikirnya gitu angkat kaki hayooo...haha. Salah! yang bener itu kebalikannya, Cecep adalah Septiyah Giyanti, yang namanya saya abadikan di seorang bayi yang proses kelahirannya saya bantu waktu stase Obgyn, hehe. Dulu waktu saya ke Bandung thn 2010, pernah saya dimarah oom saya, karena bilang mau diajak Cecep jalan. Dikira cowok padahal cewek, haha. Nah, kalo Puja lengkapnya Alfindra Purja. Saya juga aneh kok dipanggil Puja, hehe.