It’s
time to make a story! Yeaahh, sudah lama saya nggak nulis cerita di blog. Mari,
di sela-sela ke(sok)sibukan saya, ya saya akan tetap meluangkan waktu untuk
menulis.
Dua
hari yang lalu saya jaga IGD. Ya, berhubung saya sekarang stase bedah otomatis
pasien yang saya hadapi kebanyakan pasien-pasien trauma. Sekitar pukul 22.00
kami kedatangan pasien rujukan dari sebuah Rumah Sakit Daerah yang tidak asing
bagi saya. Namun, fokus saya nggak ke rumah sakit itu dong ya, pasiennya yang
utama. Pasien itu adalah seorang remaja putri usia delapan belasan. Sekujur
tubuhnya penuh balutan perban. Bidai-bidai membungkus kedua kaki dan kedua
tangannya. Pipi kanan dan pelipis juga dibalut perban. Ketika pertama kali menghadapi
pasien itu, tentu saja yang menjadi perhatian adalah airway, breathing, dan circulation!
Well, alhamdulillah A-B-C of this patient was good. Karena pasien itu datang
dengan multiple fracture pada keempat ekstrimitasnya, so to recognize the
configuration of fracture and making plans to her therapy, we need rontgens
photo. Tapi sebelumnya kami merapikan kembali balutan bidai dan perban pada
keempat ekstrimitasnya. Ketika kami membungkus kakinya dengan perban, gadis
belia itu hendak bangun dan bertanya-tanya, “Dimana? Diamana aku sekarang?”
kondisinya persis pemain film sinetron yang pingsan terus dibawa ke RS terus
berontak sambil angkat kepalanya dengan linglung linglung dan nanya, “Diamaanaaa??
Sayaaa ada dimanaaa?” terus saya jawab DI HONGKONG !!!!! hehe, saya boong.
Ketika pasien itu nanya ya saya jawab seadanya. Tapi saya yakinkan,
“tenanglah..kami akan melakukan pertolongan sebisa kami.”. Lalu pasiennya diam.
Menyerahkan badan, kaki, tangan, pipinya mau diapain. Pasrah.
Keesokan harinya, selepas makan
sahur ibu saya nelpon. Ibu saya mengabarkan bahwa ada tetangga nenek saya yang
mengalami kecelakaan. Kecelakaan mobil dan motor. Dia adalah seorang gadis
belia berambut keriting. Penjelasan ibu saya masih agak umum. Tapi entah kenapa
saya ingat dengan gadis belia dengan multiple fracture malam kemarin. Ahha,
ternyata memang benar pasien itulah yang dimaksud ibu saya. Iya, gadis belia
itu adalah tetangga nenek saya. Rumahnya persis di belakang rumah nenek saya.
Hari ini (tadi siang), saya mencari
gadis belia itu. Ternyata dia sudah dibawa ke ruang perawatan. Setelah diberi
tahu Ria (temen jaga saya malam itu) dimana ruang perawatannya, saya menemui
gadis belia itu. Ketika saya datang, as you know how how saya keliatan bego dan
mungkin agak linglung atau mungkin juga terkesan sombong karena sama tetangga
aja nggak tahu. Ternyata gadis belia itu mengenali saya. Begitu pula dengan
ayah ibunya yang saat saya datangi juga berada disamping gadis belia itu, juga
mengenali wajah saya. Dan ternyataaaaa setelah saya ingat-ingat, semasa kecil
sepertinya saya pernah bermain dengan gadis belia itu.
Ini bukan lelucon ya? Tapi, apakah
ini kebetulan? Ada banyak hal yang harus dikoreksi dari diri saya. Salah satunya
memori. Sesungguhnya memori itu bagaikan museum. Iya museum kenangan. Oleh
karena itulah dengan saya menulis, setidaknya bisa dijadikan salah satu usaha
untuk mengarsipkannya. Tentu, agar museum memori saya menjadi kaya. Hehe, lalu
bagaimana dengan museum memori kamu??
26 Juli 2013;
22;47