Apakah kakak
terlalu sibuk, hingga lupa bahwa ada kami di sini yang selalu menanti
kedatangan kakak. Jikalau kakak berkenan mendengar suara hati kami. Kemarilah.
Ini hanyalah suara sederhana yang terlontar dari kami “Anak-anak Spesial”.
Kakak, kami
dengar, sekarang ini anak-anak seusia kami sudah pandai berbahasa asing. Apa
itu? Bahasa Ing-ge-ris ya? Yang menyebut ibu menjadi ‘mader’ dan ayah menjadi
‘pader’. Aduhai, apa itu kakak. Sungguh aneh sekali kami mendengarnya. Lidah
kami terbelit. Mulut kami kaku. Di sekolah kami pelajarannya sederhana saja.
Kami tidak punya guru hebat untuk mengajarkan bahasa ini. Sepulang sekolah, ya
kami hanya bermain. Bermain sesuka hati kami.
Ngomong-ngmong
soal bermain. Kami dengar, sekarang ini anak-anak seusia kami sudah mahir
mengotak-atik komputer, laptop, dan apa itu kak yang namanya mirip obat?
Tablet, ahaaa iya tablet namanya. Kami mana pernah menyentuh barang mewah itu
kakak. Mainan kami ya hanya kelereng dan layang-layang. Tapi kami memainkannya
sesuka hati kami.
Sering juga kami
mendengar, anak-anak seusia kami mengisi waktu liburannya ke tempat-tempat
indah. Tempat yang ada bangunan-bangunan tinggi. Tempat yang ada pantai-pantai
terindah. Lalu kami, kami selalu berkejar-kejaran di pinggir kali tepat di
sebelah rumah kami. Tapi ini adalah tempat paling asik. Lebih terasa asik
ketika matahari mulai bersembunyi di balik langit. Sungguh, yang kami lihat
juga sebuah keindahan. Keindahan yang selalu menemani kami.
Hal lain yang
juga sering kami dengar, anak-anak seusia kami selalu ditemani ayah dan ibunya
membeli buku, sepatu dan seragam sekolah ketika menjelang kenaikan kelas.
Mereka juga ditemani ayah dan ibunya membeli baju baru untuk dikenakan di hari
raya. Lalu kami, kami hanya menanti kalau kalau ada yang sudi datang dan
memberi kami. Untuk yang satu ini, kami tidak bisa merasakannya dengan sesuka
hati. Jelas saja, kami punya rasa iri kakak. Tapi kami harus melatih diri kami
untuk tetap bahagia. Iya, selalu merasa bahagia hingga kami lupa rasanya
bersedih.
Sebenarnya kami
bingung kak. Mengapa hidup kami begini. Apa ini adil? Tapi kakak pernah bilang,
kami adalah anak-anak spesial. Apa yang menjadi spesialnya kak? Tolong jawab.
Bahasa dan pelajaran yang kami ketahui tidak terlalu hebat. Tempat bermain kami
itu-itu saja. Juga apa yang sudah kami bisa mainkan hanya kelereng dan
layang-layang. Lalu apa kak? Apa yang membuat kami spesial?
Kakak bilang
bahwa kami punya harta paling berharga. Harta yang tidak bisa dicuri oleh
penjahat. Harta inilah yang akan membuat kami percaya, bertahan dan terus maju.
Apa itu kak?
“Harta itu adalah doa. Doa
kalian amat spesial. Ketika dilantunkan seribu malaikat mengucap amin.”
Kakak, setelah
kami tahu jawabannya. Kami tidak bersedih lagi. Kami bahagia hidup seperti ini.
Allah itu adil ya kak. Sungguh kami bahagia menjadi “Anak-anak
Spesial”.
TERIMA KASIH
-Celoteh Anak-anak Spesial-