Jumat, 12 April 2013

AKU INGIN MENJADI GURU

Selamat Pagi!
Hai adek-adek semua yang akan menjelang Ujian Nasional dan Tes Perguruan Tinggi. Kakak ucapkan selamat pagi! Mengapa harus pagi? Padahal ketika kalian membaca ini entah sedang jam berapa, dimana dan bersama siapa. Sejatinya itu tidak terlalu penting. Yang jelas (pernah) seorang guru selalu setia mengucapkan selamat pagi. Baginya waktu selalu pagi. Tidak peduli senja kian menghampiri. Sekarang kakak paham, bahwa pagi memberi janji dan harapan. Iya janji dan harapan untuk kelangsungan satu hari ini.
Adek-adek yang semangat dan energinya begitu luar biasa. Mari rehat sejenak. Mendekat kepada kakak. Kakak ingin bercerita. Ini hanya cerita sederhana yang datang dari negeri antahbarantah.

***
Di suatu desa yang berada di pinggiran kaki gunung berdiri sebuah sekolah. Sekolah Ceria namanya. Nama yang lucu bukan? Sebenarnya sekolah ini tidak punya nama. Dulu warga desa ini malas sekali sekolah. Mereka lebih suka menghabiskan waktu di sawah. Bekerja, bermain dan aktivitas lainnya. Anak-anaknya yang lucu dan semangat namun seperti tiada arah. Hingga suatu ketika seorang pemuda bernama Arul hendak mendirikan sekolah. Syarat masuk sekolah ini mudah saja. Apa itu? Iya, semua harus ceria.
Syarat yang sederhana ini apabila dijabarkan seperti ini kira-kira, anak-anak yang bersekolah tidak diwajibkan dengan sistem yang kaku. Tentunya bersahabat dengan alam dan diisi dengan keceriaan. Anak-anak tidak wajib pakai seragam sekolah ataupun sepatu. Asal menjalani proses belajarnya ceria. Itu saja sudah cukup. Awalnya warga kampung tidak mau memasukkan anak-anaknya ke sekolah Ceria ini. Hanya ada empat siswa yang berminat. Tapi bagi Arul tidak jadi masalah. Asal keempat anak ini ceria.
Keempat siswa ini senang sekali menjalani proses belajar di sekolah Ceria. Bersama Pak guru Arul, mereka bisa belajar apa saja dan bertanya apa saja. Misalnya mengapa embun hanya ada di permukaan daun ketika pagi hari. Mengapa semut kalau bertemu satu sama lain harus berciuman. Mengapa setelah hujan akan muncul pelangi. Dan masih banyak pertanyaan mengapa mengapa lainnya. Sebenarnya Pak guru Arul juga tidak tahu pasti apa jawabannya. Tapi dengan keceriaan anak-anak ini, mereka diharapkan mencari tahu, memikirkan lalu berusaha menyimpulkan sendiri sesuai pemahaman mereka. Disinilah terciptanya proses berpikir.
Keempat siswa tadi tumbuh semakin cerdas. Banyak hal yang mereka pikirkan dan mereka perbuat. Para orang tua merasakan perubahan itu. Misalnya ketika anak-anak ini membantu orang tuanya bekerja disawah. Mereka mencari cara-cara yang efektif dalam bekerja. Misalnya memindahkan air dari satu kolam ke kolam lainnya yang lebih rendah permukannya. Bagaimana kalau kita buat kincir air sederhana. Sehingga tidak perlu bersusah payah menghabiskan tenaga dan waktu. Kincir air sederhana itu bisa memindahkan air dari kolam yang tinggi ke kolam yang lebih rendah.
Tahun ini boleh jadi ada empat siswa. Tahun berikutnya ada tujuh. Tahun berikutnya lagi ada dua puluh. Dan setiap tahunnya selalu bertambah. Pak guru Arul sempat kewalahan karena jumlah siswa bertambah namun tidak diimbangi jumlah guru. Namun baginya tak mengapa. Sebab sekolah ini tidak ada batasan kelas. Sekolah ini hanya ingin siswanya belajar dengan ceria. Belajar banyak hal. Memikirkan banyak hal yang ada disekitar mereka walau tanpa guru.
Ternyata perubahan tidak sampai disitu. Pola pikir mereka juga berubah. Apa yang mereka tanyakan dan apa yang mereka pikirkan tidak cukup sampai disitu. Mereka butuh jawaban lebih pasti lagi. Butuh pembelajaran dan pemahaman yang lebih jauh. Oleh karena itu semua anak-anak ini akhirnya mau bersekolah ke tingkat selanjutnya. Untuk melanjutkan sekolah mereka harus hijrah ke kota.
Hebat. Semua anak-anak memiliki mimpi besar. Cita-cita yang mereka lontarkan luar biasa. Kerja keras mereka menggugah para orang tua. Dari generasi ke generasi terdengar, alumni sekolah Ceria melanjutkan ke sekolah ternama. Mimpi-mimpi mereka terwujud. Ada yang menjadi pembuat kapal terbang, menteri, pengusaha besar, pemain sepak bola handal dan masih banyak yang lain yang juga luar biasa.
Suatu ketika Pak Arul jatuh sakit. Sekolah Ceria sempat terhenti. Namun Pak guru Arul berpesan,
“Duhai anak-anak ku sayang. Terus hiduplah dengan keceriaan kalian. Teruslah belajar. Sekolah ini terbiasa belajar tanpa guru.”  
Anak-anak tetap bersemangat namun tidak begitu ceria. Guru mereka tergolek lemah. Dan keceriaan itu semakin sirna ketika pak guru Arul meninggal dunia.
Sedih. Kehilangan. Iya, itu pasti. Namun anak-anak harus tetap belajar dan bertanya banyak hal. Namun bagaimana jika tidak ada guru? Ternyata mereka merasakan bahwa kehadiran seorang guru begitu berpengaruh. Walau semua proses belajar bisa dilakukan sendiri namun seorang gurulah yang akan menjadi pemberi rambu-rambu. Mengarahkan jalan permainan.
Anak-anak ini mengirim surat kepada semua alumni sekolah Ceria yang sudah tersebar di seluruh penjuru negeri. Mengabarkan bahwa Pak guru Arul telah meninggal dunia dan mereka tidak punya guru lagi. Dan satu pertanyaan sebagai penutup surat. Tidakkah satu diantara kalian yang hebat-hebat ini mau menjadi guru kami???

***
            Adek-adek, ceritanya krik..krik.. ya? Hmm..kita ambil pesan moralnya saja ya. Mohon maaf kakak tidak bermaksud menyalahkan siapa-siapa. Sekarang susah sekali menemukan siswa yang kalau ditanya apa cita-citanya? SUWER SERIUS BENER-BENER PENGEN JADI GURU!! Kabar baiknya, kebanyakan siswa-siswa akan melambungkan cita-citanya setinggi langit dengan memilih program studi yang bukan kependidikan. Kabar buruknya, Mohon maaf sekali, kakak mohon maaf banget banget banget program studi keguruan dijadikan pilihan alternatif. Sungguh, kalau adek-adek bercita-cita menjadi seorang guru. Ini cita-cita yang mulia dek. Bahkan Bapak B.J. Habibie yang kecerdasannya luar biasa dulu bersekolah juga dididik oleh guru. Oleh karena itu jangan pernah ragu-ragu menjadikan program studi keguruan pilihan utama.
            Kakak menulis ini dan ngarang cerita diatas tidak disponsori oleh pihak manapun. Kakak juga tidak kuliah di program studi keguruan. Ini hanya buah pemikiran atas fenomena -sedikit sekali siswa yang benar-benar bercita-cita menjadi guru-. Kakak juga tidak berniat mengerucutkan pikiran adek-adek. Selamat belajar! Pesan Pak guru Arul tadi, Terus hiduplah dengan keceriaan kalian. Teruslah belajar.

***
Oh ya, teruntuk guruku sayang yang dulu mengajarkan saya dari A sampai Z. Mengajarkan membaca dan menulis. Iya, ini hasil kerja kerasmu. Anak muridmu (alhamdulillah) sudah bisa merangkai kata-kata.

4 komentar:

  1. Aya kuliah di FKIP.. Semoga bisa jadi guru yang baik nantinya, aamiin.. Hmmm.

    BalasHapus
  2. Iya Aya, ssemoga jadi guru yang baik dan melahirkan generasi hebat ya.. Amin.

    Semangat Aya ^^

    BalasHapus