Selasa, 18 Maret 2014

Berburu Anak-anak

Selamat Pagi!
Apakabar kalian hari ini? Semoga senantiasa baik dan diisi dengan rasa bersyukur. Bukankah dengan kita bersyukur, Sang Pemilik Bumi dan Langit akan menambahkan nikmatNya lagi dan lagi di esok hari. Sekedar ingin menumpahkan cerita satu hari ini. Boleh jadi cerita saya tentang hari ini tidak begitu bermakna. Tapi siapa yang menjamin kalau ternyata ada insan-insan yang merasa ditemani dengan adanya tulisan ini. Insan-insan yang menghabiskan waktunya seharian penuh di balik tumpukan kertas, di gedung pencakar langit, atau yang menghabiskan harinya di tengah pekatnya polusi ibukota, atau yang tengah menghadapi peliknya masalah kehidupan sehingga untuk bernafas terasa begitu sesak, atau juga yang berada di sudut pulau ditemani oleh sekelompok nyamuk-nyamuk nakal. Ketika menutup satu hari ini,  menyempatkan mengintip blog ini guna mencari tahu apakah ada tulisan terbaru. Haha, saya ke-PD-an ya. Bukan, sungguh bukan saya ke-PD-an. Saya berpikir demikian karena menurut saya setiap orang berpeluang untuk terdampar disini. Siapapun, dari suku manapun dan kapanpun. Oleh karena itu, jika ada yang bisa dipetik dari setiap tulisan di blog ini alhamdulillaah, jika tidak pun tidak mengapa. Saya selalu yakin bahwa selalu ada alasan mengapa Allah membuat jemari kalian untuk membuka laman ini baik sengaja maupun tidak sengaja. Walau tidak cukup menginspirasi minimal bisa menemani. Iya, menemani.

‘’Menulislah jika tulisanmu mampu mengubah. Menulislah jika tulisanmu mampu memberi. Jika tidak keduanya, maka tetap menulislah, karena boleh jadi tulisanmu dapat menemani.’’

                Hey, hari ini seolah membayar janji yang telah lama menggantung, janji yang ditunggu guna membantu teman sejawat. Iya, hutang janji itu adalah menemani teman saya yang bernama Rivemi Gusyanti (Koas Gigi paling kece) mencari pasien gigi. Kali ini edisi pasien anak-anak. Mungkin muka saya lebih mirip pawang anak-anak, jadilah siang tadi kami isi dengan berburu anak-anak di kawasan kosan saya.

                Kami awali dengan makan siang bersama. Selain guna mengisi energi, momen makan siang juga diisi dengan cerita hana hene. Memang dasarnya tukang cerita dan masing-masing kami tempat menumpahkan cerita satu sama lain. Jadi kalau sudah lama tak jumpa, entah ada berapa chapter yang rasanya sudah ketinggalan cerita,haha. Selesai makan siang kami langsung bergegas beranjak menuju lapangan hijau kecil tepat di samping kosan saya. Ahhaa, mata kami berbinar-binar. Kami mendapati beberapa anak yang tengah asik bermain. Kami akan mengusik permainan mereka. Kami ganti dengan pemeriksaan gigi sederhana oleh Vemi. Kedatangan kami mengejutkan mereka. Beberapa ada yang tampak semangat namun beberapa lainnya malah takut dan menolak untuk diperiksa.

                Tingkah anak-anak selalu dan selalu menarik. Ada yang sudah menyatakan takut dan tidak mau diperiksa namun sekejap keputusannya berubah melihat ada temannya yang berani diperiksa. Iyaa..bisa dibilang mereka tidak mau kalah. Dengan gesit Vemi mencatat nama, usia dan temuan pemeriksaan. Setelah semua anak sudah diperiksa, kami melanjutkan aksi berikutnya. Apakah itu? Tentunya menemui orang tua mereka untuk minta izin apakah boleh dilakukan pengobatan. Alhamdulillaah semua orang tua yang kami temui selalu bersedia memberikan izin anaknya untuk diberi perawatan. Si Vemi melakukan aksi negosiasi jadwal. Ada anak yang tidak bisa memenuhi jadwal yang Vemi tawarkan karena bertabrakan dengan jadwal sekolah si anak. Apa boleh buat, tidak jodoh namanya.

                Perburuan anak-anak ini kami lanjutkan lagi dengan dipandu oleh seorang gadis kecil dan pemuda kecil. Mereka adalah Cinta dan Ridho. Lucu sekali, dipandu mereka kami mengunjungi dari rumah ke rumah. Menanyakan apakah ada anak kecil usia TK atau SD. Khususnya yang ada keluhan sakit gigi. Ajaibnya Cinta dan Ridho hafal semua rumah yang isinya ada anak-anak dan memaksa kami mengunjungi setiap rumah itu walaupun kondisi rumah tertutup. Satu hal yang kami (saya dan Vemi) pahami bahwa energi anak-anak itu jauh lebih besar daripada kami. Buktinya kami ngos-ngosan ngikutin setiap langkah Cinta dan Ridho. Memasuki setiap lorong-lorong dan mengetuk pintu-pintu. Haha, kalau kalian mendapati dua orang gadis yang keliling kampung. Mohon buka pintunya. Jangan takut, dua gadis itu bukan mau minta sumbangan kok. Hanya ingin menanyakan apakah ada anak kecil yang punya keluhan sakit gigi,hahaha.

                Mengingat hari semakin sore. Matahari juga sudah mau undur diri. Kamipun memutuskan untuk mengakhiri perburuan kami. Padahal si dua bocah masih semangat mengajak kami keliling-keliling. Masih banyak rumah yang belum dikunjungin katanya.Haha, semoga lain waktu kita bisa melanjutkan pencarian ya. Alhamdulillaah, Vemi sudah mengantongi beberapa nama. Esok hari jika jadwalnya cocok, anak-anak itu sudah bisa dibawa ke Rumah sakit Khusus Gigi dan Mulut yang letaknya tidak jauh dari kosan saya.

Ayuk Vemi lagi periksa gigi ^^


Hai..nama saya Kiki, sekolah TK, berani sama dokter gigi!


Saya Ridho, bocah paling ganteng sejagat rayaaaa

Hiks..Saya Cinta, saya takut periksa gigi. Gimanaaa dong T_______T

lalalalalala....kami mau mengaji ayukkk.... ^^



Ciyeeeee....berangkat ngaji bareng euy...wkwk


HUAHAHAHAHA...itu si Kiki sampe ngepor!


Hayoooo...semua unjuk gigi!


                Pesan konyol dari tulisan ini adalah tolong amankan anak anda. Jangan biarkan mereka main sendirian di lapangan terbuka. Anak-anak tersebut berpotensi terjaring dalam perburuan kami,hihihihi.

                Pesan moral dari tulisan ini adalah aksi kecil-kecilan ini semoga bermanfaat buat si anak dan si Vemi. Buat anak-anak, ya giginya bisa lebih sehat terus belajarnya produktif terus prestasinya bagus terus proses pendidikannya lancar dan bisa mencapai cita-cita sesuai harapan. Buat si Vemi, ya semoga jadi dokter gigi yang bermanfaat. Selalu inget ya Vem, bahwa kamu akan jadi dokter gigi yang hebat nanti. Ajaibnya ilmu itu bersumber dari gigi manusia-manusia kecil yang kita temuin hari ini.



Sukabangun, 18 Maret 2014
Di sudut kamar Kosan Cinta 
               

                 

Senin, 10 Maret 2014

Sore Bersama Jasmine



Ketika matahari sudah mulai meredupkan cahayanya, aku teringat tentang sebuah janji. Iya, aku memiliki janji untuk mengunjungi seorang sahabat. Sahabat lama ketika masih duduk di bangku SMA. Sebut saja si Jasmine. Lalu bersama Mela aku membeli sebuah kado dan diantar menuju ke rumah Jasmine. Setibanya di depan rumah Jasmine, aku mendapati sebuah tenda sudah terpasang. Dari bibir pintu aku lihat dekorasi rumah tengah dipasang. Lalu wajah Jasmine tampak bersinar dari kejauhan. Assalamualaikum….. ucapku. Waalaikum salam… Jasmine menjawab dengan senyum sumringah, ditambah ekspresi wajah terkejut, melihat aku sudah di depan rumahnya.

Jasmine mempersilahkan aku masuk. Aku sangat terkesima melihat pelaminan sederhana di dalam rumahnya. Akupun dipersilahkan duduk di ruang tengah. Kurang dari sepuluh menit aku duduk, Jasmine memanggilku. Aku diajak masuk ke kamarnya. Subhanallah, ini sebuah kamar sederhana namun istimewa. Betapa tidak, aku menikmati kesederhanaan dalam kamar Jasmine. Dengan nuansa abu-abu lembut diselingi kuning keemasan. Iya, inilah surga dunia bagi Jasmine. Hadiah terindah bagi yang berbuka puasa. Aku benar-benar jatuh hati….

Aku dan Jasmine saling bertatap muka. Saling menunjukkan wajah bahagia. Setidaknya hari ini, Allah memberikan kami kesempatan untuk bersua, berbagi cerita dan tertawa bersama. Sore yang mengesankan, aku mendengar kisah pertemuan Jasmine dengan calon suaminya. Hanya bertemu satu kali, dilanjutkan dengan lamaran dan hingga hari pernikahan barulah Jasmine berjumpa lagi dengan suaminya. Subhanallah, aku selalu percaya bahwa Allah memiliki cara terbaik bagi dua insan yang berniat baik menyempurnakan separuh agamanya.

Tiba-tiba di sudut kamar aku mendapati sebuah papan yang bertuliskan sebuah doa. Aku penasaran, lalu aku bertanya untuk apa papan itu. Jasmine menjelaskan bahwa papan itu tertulis doa untuk pengantin, yang nanti akan di letakkan tepat di muka rumah. Setiap tamu yang datang, ketika membaca papan itu maka terucap doa untuk Jasmine dan suaminya. Sungguh, yang menjadi harapan dari kedatangan para tamu tidak lain tidak bukan, lantunan doa yang tulus. Tanpa aku sadari mataku berkaca-kaca.

Hari semakin sore, bahkan matahari sudah hendak bersembunyi di balik kaki langit. Dipenghujung perjumpaan kami, Jasmine mengatakan bahwa Ia sangat bahagia atas kedatanganku sore  itu, lalu bertanya mengapa aku segitunya ingin berjumpa dengannya. Dengan senyum termanis tingkat dewa, aku menjawab pertanyaannya, tentu karena aku  tahu setelah menikah Jasmine pasti akan turut suami dan entah kapan kami punya kesempatan untuk berjumpa.  Lalu aku izin pulang. Perjumpaan sore itu ditutup dengan pelukan hangat antara dua sahabat.

Allah selalu punya penjelasan mengapa menggerakkan aku untuk mengunjungi Jasmine sore itu. Sepulang dari rumah Jasmine, seolah mendapatkan materi pelajaran baru dan aku mencoba untuk merangkai intisari dari materi pelajaran itu.

“Bahwa Allah maha baik, yang senantiasa menjawab permintaan hambaNya dengan cara terbaikNya. Bahwa tentang sebuah pernikahan adalah bersatunya dua insan yang didekatkan karena Allah. Bahwa tentang sebuah perayaan pernikahan adalah ketika orang-orang dengan tulus mendoakan, tulus mendoakan, dan tulus mendoakan. Bahwa kesederhanaan yang ditujukan hanya karena Allah, membuat kita paham semua yang bergeser dari psrinsip dasar dapat melenakan, lupa bahwa itu hanya keindahan dunia dan penilaian manusia semata.”

Minggu, 09 Maret 2014

Kita adalah Guru dan Lingkungan adalah Sekolah




Saya adalah seseorang pecinta anak-anak. Bagi saya senyum anak-anak mampu melumpuhkan dunia #eaaaaa. Mungkin agak berlebihan namun memang demikian kenyataannya. Saya tertarik sekali mengamati tingkah anak-anak. Tingkah mereka beragam, aneh dan lucu. Setiap proses tumbuh kembangnya menyimpan misteri. Ibu adalah seseorang yang paling setia menunggu dan menerka-nerka misteri itu. Tapi tahukah kalian, dibalik misteri-misteri itu ada campur tangan kita. Ada campur tangan manusia seperti kita yang mungkin tidak sengaja memberi corak pada misteri itu. Penasaran apa yang saya maksud? Mari luangkan waktu sejenak, izinkan saya mengajak kalian yang kebetulan nyasar di blog saya dan tidak sengaja baca tulisan ini untuk berimajinasi.

Masihkah kalian ingat masa-masa kecil kalian? Saya rasa masih ya, karena memang pada dasarnya kita dibekali long term memory. Lain hal jika ada diantara kita yang doyan nari-nari di atas loteng terus jatuh, terus kepalanya kejedot, terus amnesia #abaikan. Nah, sebenarnya apa yang ada pada diri kita saat ini merupakan akumulasi waktu-waktu yang kita lewati sejak lahir hingga detik ini. Selain orang tua, keluarga, sahabat, dan guru-guru di sekolah, tentu ada manusia-manusia lain yang pernah tanpa sengaja terlihat oleh kita. Mungkin sempat berinteraksi atau bahkan hanya sekedar bertemu dalam hitungan detik. Tapi siapa yang menjamin pertemuan yang hanya hitungan detik itu ternyata ada ‘sesuatu’. Ternyata Allah menitipkan ‘sesuatu’ itu yang ditransfer kepada kita, yang kita bawa hingga saat ini. Dalam hal ini ‘sesuatu’ itu memiliki banyak arti.

Baiklah, akan lebih asik kalau kita ambil contoh ya. Misalnya, seseorang anak laki-laki usia 7 tahun berdiri di depan pagar sekolah menanti bundanya menjemputnya. Sembari menunggu sang bunda yang belum datang, si anak menunggu sambil mengamati jalanan di depan pagar sekolah. Ternyata tepat di seberang pagar ada nenek yang mau menyebrang. Lalu seorang manusia entah siapa saja dari mana saja berkenan menyebrangkan nenek tersebut. Momen itu hanya terjadi lebih kurang tujuh belas detik. Ya, si anak melihat namun sebatas melihat. Beberapa tahun kemudian ketika si anak dalam kondisi yang sama dengan manusia tadi, bisa jadi si anak melakukan hal yang sama yakni menyebrangkan nenek tua. Boleh jadi hal ini tidak ia dapatkan dari orang tua, saudara, teman-teman, dan guru-guru di sekolah. Tapi ia dapatkan dari seorang manusia yang entah siapa dan darimana.

‘Sesuatu’ yang saya maksud dapat berupa banyak hal. Contoh yang paling sederhana saja, senyuman. Kalau kita membiasakan tersenyum kepada anak-anak. Entah berapa persen, namun pasti ada, saya yakin ada. Tertanam dipikiran mereka juga untuk tersenyum. Contoh lain untuk hal negatif, misalnya ada seorang pemuda merokok di depan anak-anak, aduhai saya sangat mencemaskan hal ini. Anak-anak akan melihat, mengamati dan menangkapnya sebagai suatu hal yang baik-baik saja untuk mereka lakukan. Oleh karena itu untuk seluruh kaum perokok, sah-sah saja jika kalian ingin merokok tapi mohon jangan di depan anak-anak ya. Please….

Ada banyak hal ‘sesuatu’ itu. Setelah saya gambarkan contoh sederhana di atas mungkin kalian sudah punya gambaran sesuatu-sesuatu yang lain versi kalian,hehe. Nah, oleh karena itulah tanpa kita sadari kita semua adalah guru untuk semua anak-anak yang pernah bertemu dengan kita dan lingkungan adalah sekolahnya. Mungkin kita belum jadi guru yang cukup baik namun kita selalu bisa mengusahakan untuk tidak menjadikan anak-anak di sekitar kita menjadi lebih buruk.

Adakah diantara kalian yang bertanya, mengapa saya hanya menyoroti anak-anak? Toh segala contoh kebaikan atau keburukan yang ditangkap baik oleh manusia dewasa atau manusia usia anak-anak sama saja. Sama-sama berpotensi menginspirasi mereka. Namun saya pribadi dan mungkin milyaran seisi negeri ini, berharap dari anak-anak. Iya anak-anak. Jikalau di gedung KPK orang-orang sedang memproses ratusan kasus korupsi yang diperbuat oleh manusia dewasa. Ya sudahlah, kita masih punya manusia-manusia kecil, yang isi kepalanya dan isi hatinya kita ajarkan hal-hal baik dan pemahaman baik.

Saya berharap tulisan ini tidak sengaja dibaca oleh anak-anak usia muda yang mungkin baru belajar baca. Saya sangat bahagia jikalau hari ini mereka hanya membaca namun belum paham, karena pemahaman itu tidak selalu datang pada saat itu juga. Bisa jadi duluan, bisa jadi saat itu, bisa jadi beberapa waktu kemudian, atau bisa jadi tidak akan datang sama sekali. Semua itu sudah ada pengaturannya. Allah selalu mempunyai alasan mengapa begini mengapa begitu.

Tulisan sederhana ini bertujuan membuka mata hati bukan mata kaki, bahwa ternyata kita semua adalah guru dan lingkungan kita adalah sekolah bagi anak-anak di sekitar kita.