Jumat, 17 Agustus 2012

PUISI KARAWANG BEKASI

KARAWANG BEKASI

Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
Tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
Terbayang kami maju dan berdegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa
Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu jiwa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan
Atau tidak untuk apa-apa
Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang-kenanglah kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Syahrir
Kami sekarang mayat
Berilah kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang-kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi

Karya Chairil Anwar



Akibat nonton upacara kemarin entah kenapa tiba-tiba saya ingat sama puisi diatas, puisi yang sempat dilantunkan sebagai musikalisasi puisi di ekstra kurikuler teater waktu SMA, sempet juga mau ditampilin untuk salah satu tampilan seni di suatu lomba (baca: SB07) tapi ga jadi. Entah kapan dan dengan siapa lagi bisa melantunkan puisi ini, yang ketika melantunkannya bikin bulu kuduk berdiri. Setiap katanya dalam dan penuh makna. Aihh.. untuk yang bagian ini, Kami sudah coba apa yang kami bisa, kerja belum selesai, belum apa-apa. Kalau mereka sampai hilang nyawa pun masih bisa bilang belum apa-apa, lalu kita? Heu.. lalu bait yang ini, Kenang-kenanglah kami, yang tinggal tulang diliputi debu. Mungkin harapan mereka, walau kita yang sekarang ga bisa berbuat banyak untuk negeri ini minimal mengenang mereka, minimal.

#Muhasabah Nasionalisme.
Andwi Putri Lika, 18 Agustus 2012/30 Ramadhan 1433 H.

Senin, 13 Agustus 2012

Aisyah, #Bolu Hijau Cinta di Hari Raya Idul Fitri

Hari ini, satu hari menjelang Hari Raya Idul Fitri, tetap sama indahnya, sama ramainya, sama meriahnya, sama pikuknya seperti hari raya sebelum-sebelumnya. Remaja putri kesana kemari lalu lalang dengan selendang membalut kepala dan membawa tingkat, ada yang tiga tingkat, empat tingkat, bahkan ada yang lima tingkat. Jelas saja harus bertingkat-tingkat karena isinya haruslah beragam, ketupat, rendang, sambal kentang, dan tumis buncis. Kalau-kalau ada lebih beberapa macam juada bolehlah juga disisipkan. 

Jumat, 10 Agustus 2012

Agar Tidur Menjadi Ibadah



Sesungguhnya tidur itu adalah suatu ibadah. Terdapat beberapa adab yang dituntut amalannya sebelum tidur agar tidur itu menjadi ibadah di sisi Allah. Salah satunya adab tidur ialah, hindarilah posisi tidur terlungkup.

“Sesungguhnya (posisi tidur terlungkup) seperti itu adalah posisi tidur yang dimurkai Allah Azza Wa Jalla.” (HR. Abu Daud dengan sanad yang shohih)
 

Abu Dzar -radhiallahu ‘anhu-, ia berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lewat di sisiku sementara aku sedang tidur tengkurap, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bersabda: ‘Wahai Junaidab, sesungguhnya hanyalah tidur seperti ini adalah tidurnya penghuni neraka’.” (HR. Ibnu Majah, no. 3724)



 
Dalam sebuah hadis diterangkan: Al-Barra’ bin Azib berkata: “Adalah Rasulullah SAW jika akan tidur, mengiring ke sebelah kanan kemudian Baginda membaca doa" yang maksudnya:
 
Ya Allah aku serahkan diriku kepada-Mu dan menghadapkan mukaku kepada-Mu dan menyerahkan semua urusanku kepada-Mu dan menyandarkan belakangku kepada-Mu kerana mengharap dan takut kepada-Mu, tiada perlindungan dan tiada tempat selamat daripada seksa-Mu kecuali kembali kepada-Mu. Aku beriman kepada kitab yang Engkau turunkan dan Nabi yang telah Engkau utus.” (Hadis riwayat Bukhari).


Ternyata hal kecil seperti ini diatur dalam Islam, subhanallah.. saya sendiri sebenernya kurang nyaman tidur dengan posisi tengkurap tapi terkadang masih juga tidur tengkurap sambil memeluk bantal guling,haha. Tapi memang tidur terlentang jauh lebih baik, sirkulasi jadi lancar (hhe,sotoy). Dan ga kalah pentingnya jangan lupa baca doa sebelum tidur.  Semoga bermanfaat :)

:):):)

Subhanallah..

Kamis, 09 Agustus 2012

Stase Ilmu Penyakit Dalam Pertama dan Mengesankan..

Departemen Ilmu Penyakit Dalam adalah stase pertama yang saya jalani bersama tiga puluh satu dokter muda lainnya, beberapa diantaranya ada kakak 2007 yang sudah lama koas, sudah banyak ngelewati berbagai stase lainnya sehingga paham dunia perkoas-an,hehe. Awalnya saya dan dua rekan kelompok saya Sisca dan Haris sempet cemas dapet PDL diawal karena berdasarkan cerita kakak-kakak (baik yang udah jadi dokter maupun udah lewat stase PDL tapi belum jadi dokter) PDL adalah stase paling capek dan disinilah tempatnya ditempah jadi dokter umum, tapi kami jadi optimis atas nasehat Dokter Budi, beliau bilang Ilmu Penyakit Dalam adalah induknya ilmu kedokteran jadi kalau kami menjalani stase Ilmu Penyakit Dalam diawal, itu akan lebih baik, 25% udah jadi dokter, selain itu bisa jadi bekal yang baik untuk menjalani stase-stase berikutnya. Bismillah kami siap !!!

Ada banyak pengalaman dan pelajaran yang saya dapat. Di stase ini belajar bagaimana pemeriksaan fisik  secara menyuluruh dari tubuh seorang pasien. Selain itu belajar anamnesis yang sistematis. Awalnya kikuk banget, komunikasi dengan pasien masih belum percaya diri, melakukan pemeriksaan fisik kurang sistematis dan jadi bingung sendiri khusunya pemeriksaan thorax,haha, tapi seiring waktu jadi terbiasa sendiri, mungkin inilah yang disebut dengan belajar lewat proses.

Minggu pertama saya harus bangun dini hari karena berangkat ke rumah sakit pukul 04.15 WIB lalu sholat subuh di kamar koas. Saya cemas, saya belum pandai pemeriksaan fisik jadi untuk melakukan pemerisaan fisik terhadap satu pasien saya harus menghabiskan waktu kurang lebih tiga puluh menit. Terkadang iri banget liat dokter-dokter senior yang meriksa pasien cuma hitungan menit, tapi kalau dipikir-pikir ya iyalah beliau-beliau kan sudah senior, hanya dari keluhan utama saja beliau-beliau pasti sudah punya beberapa diagnosis banding lalu diperkuat dengan pemeriksaan fisik yang menunjang tanpa harus melakukan pemeriksaan secara menyeluruh. Iya, disinilah waktunya belajar..

Ada beberapa tugas dokter muda di stase ini yaitu memegang beberapa pasien (jumlahnya disesuaikan dengan jumlah dokter muda dan jumlah pasien yang ada) yang harus di follow up setiap pagi (ini nih, mesti dateng pagi) lalu ditulis dilembar follow up, jaga malam di bangsal dan IRD, dan jaga pagi juga di bangsal, IRD ditambah poli umum dan poli khusus. Bangsal yang harus dijaga ada enam yaitu RA (interna untuk laki-laki), RC (interna untuk perempuan), PARU (isinya pasien yang sakit paru-paru semua baik infeksi maupun non infeksi), RIA (bangsal kelas II yang jumlah pasiennya paling sedikit), Anyelir dan Yasmin (bangsal kelas I, paling enak jaga disini,hhe). Konon katanya, jaman dulu ada koas jaga tambahan yaitu koas keliling yang tugasnya bawa-bawa EKG kemana sesuai pesanan (emang makanan :D), konsul-konsul gitu ke departemen lain kalau ada keluhan tambahan diluar ranah ilmu penyakit dalam, dan tugas yang ga kalah pentingnya adalah jadi tukang nanya ke temen-temen koas lain mau makan apa terus beli makanannya (sebenernya tugas ini paling disenengin koas karena ada alasan buat keluar benter menghirup udara seger diluar bangsal,hehe). Untuk kegiatan ilmiah setiap dokter muda wajib membuat referat dan menyajikan satu presentasi kasus di RSMH dan satu lagi di daerah (nah ini dia yang paling asik, yang paling banyak dokumentasinya di kamera saya,hehe).

Di stase ini juga saya dan pasti teman-teman yang lain belajar berempati terhadap pasien. Ikut merasakan apa yang dirasakan pasien. Terutama kepada pasien dan keluarga pasien yang dekat dengan waktu kematian. Entahlah, bisa dibilang malaikat pencabut nyawa betah banget beredar di bangsal penyakit dalam karena setiap hari itu selalu ada saja yang meninggal dunia. Fenomena ini akrab ditemui para dokter muda karena dokter muda adalah lini pertama jika ada apa-apa dengan pasien. Harus tetep bersyukur nyatanya tenaga medis dan paramedis yang paling dekat dan paling sering diingatkan degan kematian dan disadarkan  bahwa sehat itu mahal harganya. 

Hmm..ngomong-ngomong tentang kematian saya punya pengalaman tersendiri mengenai hal ini. Suatu ketika saya jaga bangsal Anyelir, tepat pukul 14.00 WIB saya datang ke Counter perawat Anyelir, seperti biasa menanyakan apakah ada yang gawat. "Kamar satu bed empat ya dek", ujar mbak perawatnya, okeh saya langsung tancap mengunjungi pasien tersebut. Saya lihat seorang pasien, laki-laki usia sekitar tiga puluh lima-empat puluhan tahun tampak sesak dan disampingnya ada perempuan yang memeluknya erat, sepertinya itu istrinya. Lalu saya datang menanyakan bagaimana keadaannya, bapak tersebut spontan menarik tangan saya dan memeluk saya seraya berkata,"dokter..tolong dokter bantu saya.." dalam linangan air matanya. saya jadi terkejut tapi tidak berdaya melepaskan pelukan itu, dari balik pintu mbak perawat yang tadi memberi kode yang menandakan terusin saja terusin saja, saya masih bingung. Lalu saya melakukan pemeriksaan keadaan umum, masih dalam batas normal kecuali laju pernafasan yang meningkat. Sementara saya tinggalkan bapak itu, dan mencoba menenangkan istrinya. Ternyata bapak itu menderita kanker paru-paru yang sudah menjalani kemoterapi dua bulan lalu. Sepertinya kemoterapi itu tidak efektif lagi untuk membunuh sel-sel ganas yang ada di paru-paru bapak itu, keburu dikalahkan oleh kecepatan metastase sel-sel ganas itu menyebar secara sistemik. Informasi dari si mbak perawat, dokter konsulen yang merawat bapak itu sudah memberitahu kondisi bapak itu begitu juga dengan prognosisnya yang malam. Malam itu saya terfokus kepada bapak itu, untunglah pasien yang lain aman dan tidak ada juga pasien baru. lima belas menit sekali saya datangi bapak itu untuk menilai keadaan umumnya, memburuk dan semakin buruk. Tekanan darah mulai turun 90/60 mmHg begitu pula dengan laju pernafasan semakin cepat, nadi mulai lemah, saya cepat-cepat lapor kakak residen yang jaga. Hasil laporan seperti biasa instruksi naikkan gtt dobutamin dan dopamin lalu pantau terus keadaan umum, ruang ICU ga ada yang kosong. Saya lari-lari balik lagi ke pasien tersebut menaikkan gtt dobutamin dan dopamin dan menilai keadaan umumnya, semakin memburuk, kali ini tekanan darah 70/40 mmHg, waktu sudah menunjukkan pukul 01.00 WIB dini hari. Sebenernya fenomena ini sangat akrab dengan para dokter muda, masa-masa kritis seperti inilah yang membuat dokter muda ga bisa tidur, kadang ngeluh capek banget tapi melihat wajah pasien yang sangat mengibahkan, begitu juga dengan keluarga pasien yang berharap diberikan pelayanan sebaik mungkin. Dari sebanyak kasus menjelang kematian entah kenapa romansa kali ini begitu saya rasakan, melihat pelukan sang istri yang erat dan tidak lepas walau sedetik pun. Saya lihat sang istri juga meraba nadi suaminya, ternyata istrinya seorang tenaga paramedis yaitu bidan, setidaknya bisa mengenali kondisi kritis yang terjadi pada suaminya. Kedua hidung mereka saling beradu tidak peduli ada saya disitu yang selalu menilai keadaan umum bapak itu. Peluk cium yang hangat selalu menyelimuti bapak itu, peluk cium dari istri tercinta. Mungkin saya lebay, tapi saya ikut terhanyut dengan suasana itu. Setiap kali perburukan saya lapor kepada kakak residen dengan instruksi hasil laporan yang sama. Kali ini dobutamin dan dopamin pada gtt maksimal, keadaan umum bapak itu terus memburuk hingga tensinya tidak bisa dinilai lagi, begitupula pelukan sang istri semakin erat dan erat. Hingga jantung tidak berdetak lagi, saya mengambil EKG dan menilai apakah masih ada aktivitas jantung, tapi keluarga sudah mengikhlaskannya. Bapak itu meninggal dunia pukul 05.30 WIB. Pesan yang disampaikan dari kisah ini adalah apa yang akan kamu lakukan jika kamu tahu orang yang paling kamu sayangi hanya punya waktu untuk bertahan kurang dari dua puluh empat jam? Mungkin ibu itu hanya mampu memeluk erat dan mencium suaminya serta melafazkan doa-doa hingga detak jantung terakhir suaminya, lalu saya? kamu? :)

Sebenernya masih banyak pengalaman lain, tapi mungkin potongan-potongan memori itu tersimpan dan dapat diceritakan lewat gambar...

#our nametag-S.Ked#

ini kondisi kelas kalau lagi menunggu konsulen datang buat presentasi  kasus.
moment ini adalah presentasi kasus terakhir yang kami ikuti menjelang rotasi stase.

Menggila di depan kelas, ala-ala banget 

Harusnya Haris yang ditengah biar imbang :D
Haris-Kak Rifky-Kak Dezar-Mariam-Kak Surya

Yehaa..pada buka nametag nih kita..

kak Surya jadi Primadono part I

kak Surya jadi primadono part II

Ada Apa Dengan Mariam

Di kamar koas, sempet :P

Di kamar koas hari terakhir menjelang rotasi stase

Di koridor bagian PDL mau pamitan, eh ada mbak Dini (Residen PDL), jadi foto dulu..

Ristari ngerampungin buku ijo, heu..PDLbgt :D

Hayoo..Nandi Masbro tempel terus sampe lima meter panjangnya #buku ijo

Ababil Ababil Ababil
Maryam-Andwi adu idung, hmm..ya pasti Andwi dong yang kalah :D

Haha, saya suka foto ini, sayangnya Echa ga pake kacamata juga.

#Sindrom Perpisahan#

ini sedih apa ngantuk yaakk??

Ciyee..guyonan anak-anak nih, new couple,hehe

Kak Dezar dengerin lagu galau,hehe

Wah kakak-kakak..
Kak Usman-kak Indah-kak Deby-Cece Mirani-Kak Harvinder

ini ketika udah selesai dari PDL menuju IKM,
eh ada tragedi penolakan , jadilah kami terdampar  disini :'(

Segitunya akibat tragedi penolakan dari IKM,huks..

S.T.A.S.E-L.U.A.R-D.A.E.R.A.H
LUBUK LINGGAU

Pada minggu ke lima di stase Ilmu Penyakit Dalam saya dan beberapa rekan (kak Dezar, kak Rifky, kak Riri, kak Rini, Mariam, Dwi danHaris) berangkat ke daerah selama dua minggu. Saya memilih Lubuk Linggau karena saya sudah pernah ke RS.Siti Aisyah sebelumnya, tepatnya ketika Bakti Sosial TBMS khitanan massal dan operasi katarak kerja sama dengan kakak-kakak residen mata, yaitu dari PERDAMI Juli tahun lalu, jadi kurang lebih kenal medannya sedikit-sedikit,hehe.

Di Lubuk Linggau kami dibimbing oleh tiga konsulen spesialis penyakit dalam yaitu dr. Hadhi Muljono, Sp.PD, dr. Ahmar K, Sp.PD, dan dr. Rukiah C, Sp.PD. Banyak pengalaman yang didapat disini khususnya ketika jaga IGD. Pengalaman yang didapet justru diluar kasus penyakit dalam. Ketika saya jaga IGD RS. Dr. Sobirin saya sempet kikuk ada pasien bayi baru lahir asfiksia, hiaa saya kan belum lewat stase Anak, selain itu pasien bedah yang paling banyak, kasus bedah yang paling mengesankan adalah jam 3 malam waktu lagi enaknya tidur, perawatnya teriak,"dokter..dokter..bangun ada pasien diseruduk babi", :D :D :D dan masih banyak kasus-kasus lain seperti visum, neuro, dan lain-lain. Sebenernya asal mau belajar disini kita ga cuma dapet ilmu penyakit dalam, tinggal kembali lagi ke invidu masing-masing. Nah, dokumentasi di kamera saya lebih banyak disini karena disini banyak have fun nya,hehee.. berikut liputannya..

ini perjalanan dari Palembang menuju Lubuk Linggau, mampir makan siang, rencananya mau ngirit..
eh ga tahunya rumah makan tempat kami mampir ini muahal buanget, lumayan merogoh kocek makan disini..

Menunya enak, beneran bangkitin selera makan!

Baru sampe RS. Siti Aisyah, sore hari sekitar pukul 17.00 WIB

ini adalah perumahan gitu, yang disediakan untuk dokter muda kalo lagi stase di RS. Siti Aisyah, ada dua rumah, tapi sayangnya ketika kami kesana rumah ini lagi ditempatin sama kakak-kakak Dokter Internship sedangkan rumah yang satu lagi ditempatin sama Dokter Obgyn baru lulus, Hmm..gimanalah coba nasib kami..

Lalu kami nginep (malam pertama) di rumah Dwi yang rumahnya di Lubuk Linggau juga, pagi ini kami berangkat ke rumah sakit, barulah kami dapet tempat tinggal..

Iya disini, akhirnya kami dapet tempat tinggal, ada tiga kamar kosong, dua kamar untuk cewe di Laboratorium  (lantai atas) dan satu kamar untuk cowo di Fisioterapi (lantai bawah).

ini posisinya depan ruang Fisioterapi
Foto dengan formasi tangga, Kak Dezar dan Kak Riri diatas, apa nasib yang dibawahnya :D

ini kamar Saya, Mariam dan Dwi. 
Posisi kamar ini tepat disebelah ruang direktur RS.Siti Aisyah, dr.Syarif.

RS. Siti Aisyah sangat asri, 
banyak tanaman, juga halaman dengan rumput yang menghijau cukup luas.
Jadilah kami main-main disini, #pemotretan

asiknya, kayak piknik, tinggal dibuka aja bekalnya :)

Judulnya #saling moto

judulnya #ngobrol

Bersama mbak perawat bangsal Siti Khadijah RS. Siti Aisyah dan ibu yang ngelaundriin baju kami,hhe

Bersama ibu yang masak di dapur gizi RS.Siti Aisyah
Hehe..makasih banget sama ibu ini yang menyuplai kesejahteraan perut para dokter muda.

Bersama kakak dan mbak perawat di bangsal Siti Hawa RS.Siti Aisyah.

yaaakk, ini di halaman RS.Siti Aisyah, Andwi bersama Kak Riri,
 (Hmm..kakak?iya apah?,hehe)

Lalu kami berjalan kaki dengan peluh membasahi baju (Lebay,ini boong!)
turun dari mobil kak Riri dan Dwi, karena parkirnya jauh..
parkiran RS.Dr. Sobirin padat merayap jadi kami jalan kaki berbondong-bondong dari parkiran mobil seberang rumah sakitnya..

Sampailah kami di RS.Dr. Sobirin. 
Jadi kalo stase PDL di Lubuk Linggau, kita ngoasnya di dua rumah sakit.

Bersama Kakak dokter jaga IGD, kakak dokter internship yang lagi stase IGD danmbak perawat IGD.
Yaa, yang pasti kami fotonya ini di IGD dong..

Kondisi IGD RS.Dr. Sobirin, merusuh nih kita.
Kamar untuk kasus non bedah.

kamar IGD untuk kasus-kasus bedah
ini pas banget ada pasien abis pasang WSD, kita ikutan liat.

Bersama mbak perawat di banngsal Nusa Indah RS.Dr.Sobirin.

Bersama mbak perawat di bangsal Anggrek RS.Dr.Sobirin.

aktivitas visite bersama dokter Ahmar dan dokter Hadi. 
yang jilbab kuning ini mbak Nila, dokter internship yang lagi stase PDL.




J.A.L.A.N-J.A.L.A.N
Hari Minggu kegiatan jaga kosong jadi kami memanfaatkan waktu untuk jalan-jalan. Sebenernya hampir setiap hari anak-anak sering jalan atau sekedar cari makan keluar tapi saya yang paling jarang ikutan, lebih milih tidur setela lama ditempah di Palembang jarang tidur,hehe. Tempat-tempat yang bisa sempet kami kunjungi yaitu Marasi, tempat yang indah karena hamparan ilalang yang hijau menyejukkan mata disepanjang jalan dan ada tempat makan siput-siput gitu tapi di liputan ini tidak terdokumentasi, saya lupa bawa kamera,hhe. Selain itu anak-anak juga sempet jalan ke Waterfunk dan ke tempat-tempat lain. Nah, berikut adalah liputan kami jalan-jalan ke air terjun di daerah curup dan tanpa rencana kami meluncur ke Bengkulu, pantai panjang..

ini adalah pemandangan sepanjang jalan menuju Curup. Saya juga ga nyangka kalo di daerah Sumsel ini daerah yang cukup sejuk dan pemandangan yang cukup indah. Kata orang selain Pagaralam, Curup adalah Bandungnya Sumsel, bahkan saya sendiri pernah ketemu kebun stroberi waktu balik liburan dari Bengkulu sama Sisca Januari dua tahun lalu.


ada juga dataran tinggi gitu dan memang disini suhunya dingin.

ini juga pemandangan indah, ahh..maksud saya ini Mariam gadis malaysia keturunan Iran-Pakistan. #intermezo

akhirnya sampailah kami di air terjun di Curup, haduh saya lupa namanya.
disini kita naik tangga-tangga gitu terus jalan, nanti kayak ada sawah kering, terus turun tangga lagi baru ketemu sama air terjunnya.


Iya, naik tangga terus, posisinya disana lagi.


Nah, ini yang saya maksud sawah kering, entah beneran apa ga, ini sawah kering apa bukan, yang jelas tanahnya kayak gersang gitu.

iya, inilah air terjunnya. Saya dan Mariam ga berniat mandi nih
yang lain sesampainya disini langsung nyosor aja menuju aer.


entah kenapa rasanya percikan air tanda memanggil saya untuk ikut, jadilah saya ikut jebur padahal saya ga bawa baju, baju saya tinggal di mobil karena awalnya ga niat.


Beneran emang asik, airnya dingin. 


 Sampe jatuh kena hujanan air terjun.


 ajee gilee.

CiBi-CiBi


Kak Rifky ngapain coba?


Kompak :)

 setelah lama mandi dibawah air terjun kami bergegas menuju kolam renang air panas. Untuk masuk ke kolam ini harus bertahap, kalo tiba-tiba masukin semua tubuh kita, tubuh kita terkejut belum bisa adaptasi, jadi semacam jet lag gitu (emang penerbangan ke luar negeri neng?), maksud saya sensasi panasnya jadi berasa bener.

 Setelah selesai mandikami mampir ke rumah keluarga Kak Dezar yang ada di Curup, makan siang,hehe. Alhamdulillah..


Perjalanan kami akhirnya sampai di Pantai Panjang, Bengkulu..


Lompat 

 Guling-guling

 Ngesot-ngesot

 ini Dwi sama Kak Doal (pacarnya Dwi) yang bela-belain datang dari Palembang buat nyupirin kami karena mau jalan-jalan, hhe makasih kak Doal :)


Salto-salto 


Bola kaki pantai
Hmm..btw, ini bola Haris dapet dari mana ya? 


 Nice capture, Andwi sama Kak Rini
(ini setelah bingung mau foto sepert apa, yang sok bernilai seni,hhe)


M.E.N.J.E.L.A.N.G P.U.L.A.N.G

 Sehari menjelang pulang, foto di halaman RS.Siti Aisyah

 Aksi kayang, pasti ini diprovokasi oleh Andana Haris

di halaman RS.Siti Aisyah #Zooming 


Lepas maghrib kami bertandang ke rumah dokter Syarif, direktur RS.Siti Aisyah.  

 Lalu kami bergegas mengunjungi dokter Hadhi di tempat prakteknya untuk berpamitan.
Terimakasih banyak dok atas bimbingannya selama di Lubuk Linggau, semoga sehat selalu dan semoga Allah membalas dedikasi dokter :)
jargonnya; sembelih, sembelih..haha 
(anak linggau pasti ngertinih)

 Semua kegiatan kami tutup dengan makan bersama mengajak kakak-kakak dokter internship yaitu Kak Nila dkk. Sempet dengerin cerita-cerita tentang pengalaman mereka selama koas. Hmm..okelah masa-masa koas sungguh masa yang paling berkesan dan akan selalu dikenang hingga setua apapun ketika kita semua jadi dokter kelak.